Tag Archive | U-Kiss

Together

Together

Pair :: ElVin (Eli-Kevin U-Kiss)

Rated :: K

Genre :: Romance

a/n :: Karena si author lagi tergila-gila sama cinta segitiganya ElVinSeop, jadi jangan aneh kalau disini Kiseop juga muncul sebagai pihak ketiga. ^^

Karena ini ff u-kiss, jadinya mungkin feelnya kurang ada. Jadi buat kalian yang bukan KissMe, mending jangan baca. Karena takutnya jadi tertarik -#plakk-. Maksudnya, takutnya malah ga paham sama tokohnya. Haha! >.<

.

.

“Ah, Jepang~” Kevin menghela nafas panjang saat melangkah keluar dari bandara Haneda pukul dua dini hari. Matanya sudah sangat mengantuk. Karena take off di Korea malam-malam, dia harus sampai di Jepang jam segini. Ingin rasanya langsung tertidur di kasur yang empuk.

Eli dibelakangnya langsung menarik Kevin masuk ke mobil sedan hitam yang menjemput mereka berdua. Setelah masuk, diliriknya Kevin yang kembali menguap. “Kau lelah sekali, ya?”

“Tentu saja. Memangnya kau tidak mengantuk, Eli-yah?”

Eli tersenyum kecil sambil bersandar dan memejamkan matanya. “Mana mungkin aku tidak mengantuk. Kau tidur saja, kita akan cukup lama sampai di hotel.”

Kevin mengangguk sambil ikut memejamkan matanya. Tak butuh waktu lama baginya untuk bisa tertidur, karena saat itu juga Kevin langsung tertidur pulas. Padahal Eli disampingnya masih belum terlelap.

Eli menatap jam digital di layar ipad-nya. Sudah jam setengah tiga pagi. Jadwalnya, besok siang mereka akan bertemu dengan Jamosa, seorang diva Jepang yang ingin bertrio dengan mereka berdua di lagu terbarunya yang berjudul Together. Untungnya mereka akan bertemu jam dua siang, jadi sampai saat itu masih banyak waktu istirahat.

Sesuatu perlahan bertumpu di pundak Eli. Ketika namja tampan itu menoleh, Kevin sudah menyandarkan kepalanya di pundak Eli tanpa sadar. Mata indah namja itu tetap terpejam. Nafasnya terdengar teratur dan dia sama sekali tidak mendengkur. Saat itulah seulas senyuman terlihat diwajah Eli.

Matanya yang tadi lelah, kini tampak sedikit berbinar. Entah rasa kantuknya hilang kemana saat dia melihat Kevin tertidur sangat lelap. Muncul satu keinginan untuk mencoba menyentuh namja cantik itu. Tanpa ragu, digerakkan tangannya mengusap pipi tirus Kevin yang lembut.

“Ya, kau… Kau mencoba menyentuhnya selagi dia tidur, Kyoungjae?” Manajer mereka yang duduk di kursi depan terkekeh tanpa menoleh. Sepertinya dia melihat kelakuan Eli dari kaca spion mobil tanpa diketahui.

Eli mengerutkan keningnya sambil menarik tangannya menjauh dari wajah Kevin. “Ya, hyung. Jangan bicara aneh-aneh.”

Manajer itu semakin terkekeh pelan. “Jangan bohong, aku tahu rahasiamu. Kau kira Dongho tidak menceritakannya padaku, eh?”

Saat itu juga wajah Eli merona malu. “Dongho?!”

“Ya, anak itu cerita banyak tentang kalian. Itu alasan kenapa aku tahu rahasia kalian.” goda si manajer dengan wajah licik. “Tapi tenang saja kau. Aku tidak bermulut besar, jadi aku tak akan balik menceritakannya ke orang lain.”

Eli bergerutu dengan bahasa Inggris sambil menatap keluar kaca mobil. Kini dadanya mulai berdegup kencang. Dalam hati, dia berjanji akan melaporkan Dongho ke member U-Kiss yang lain agar jangan bercerita apapun ke magnae itu. Ketahuan mencoba meraba wajah Kevin oleh hyungnya, itu memalukan.

0o0o0o0o0o0o0

Tokyo, 08.00…

“Hyung, jam berapa kita berangkat ke studio?”

Manajer hyung melihat jadwal mereka yang sudah ada di tangannya. “Jamosa-sshi sudah ada di studio sejak pagi, tapi kita akan berangkat jam satu nanti. Wae?”

Eli menggeleng pelan sambil bergegas masuk ke kamarnya, yang juga merangkap kamar Kevin. Kini si cantik itu sudah duduk di tepi tempat tidurnya dengan mata setengah terpejam. Tanpa memperdulikan Eli yang tengah memperhatikannya, Kevin melangkah lunglai masuk ke kamar mandi dan melakukan rutinitas paginya. Sikat gigi.

Setelah beberapa saat, Kevin keluar dengan wajah lebih segar. “Ohayou, Eli-yah.” Senyumnya terulas.

Eli mengangguk sebagai balasannya dan duduk di tepi tempat tidurnya. “Kau masih mengantuk? Tidur saja, kita akan berangkat jam satu siang nanti.”

“Aniya, aku sudah jauh lebih segar. Kau sendiri? Kau sepertinya tidak langsung tidur semalam? Ah, gomawo nae. Kau yang membawaku ke kamar, ya?”

Eli tertawa kecil sambil memainkan rambut coklatnya. “Untungnya kau itu ringan, Kev. Jadi dengan mudah aku bisa menggendongmu. Aku dan Jungil hyung tidak tega membangunkanmu. Wajahmu seperti anak-anak saat tertidur.” godanya sambil menyunggingkan senyum anehnya.

“Pigeonnie!” Entah sadar atau tidak, Kevin mengerucutkan bibirnya dan membuat wajahnya kini terlihat sangat manis. Jeongmal neomu aegyeo. Dan setidaknya itu bisa membuat Eli agak tercengang.

Sepagi ini diberikan sarapan ke-aegyeo-an Kevin. Jarang sekali, kan?

Sebelum salah satu dari mereka bicara, ponsel Kevin berdering samar. Kevin duduk di tepi tempat tidurnya sambil mengambil ponsel yang masih di dalam saku jaketnya semalam. Sebuah panggilan. Kevin tersenyum kecil sambil melirik Eli. “Kiseop.” katanya, tanpa menunggu Eli bertanya.

Raut wajah Eli berubah saat mendengar nama itu. Memang sebenarnya Kevin dan Kiseop tak memiliki hubungan apapun, tapi Eli tetap saja kadang merasa cemburu dengannya. Kevin dan Kiseop selalu tampak serasi juga kompak dimanapun. Kevin sendiri mungkin menganggap semuanya sama, tapi belum tentu Kiseop begitu.

Dimata Eli, Kiseop adalah namja yang paling diwaspadai.

Dan kini, Eli memperhatikan tiap perubahan raut wajah Kevin yang tengah bicara dengan Kiseop. Kadang seperti sebelumnya, tanpa Kevin sadari dia bertingkah laku sangat menggemaskan. Kadang dia bicara dengan nada manja, atau sesekali tertawa. Sadar akan diperhatikan, Kevin melirik Eli.

“Kau mau bicara dengan Kiseoppi?” Senyum lembut Kevin terulas. Dengan cepat Eli menggelengkan kepalanya dan berbaring santai. Kevin kembali bicara dengan Kiseop, tapi dia langsung menyudahi pembicaraan mereka dengan mengingatkan Kiseop kalau telepon keluar negeri itu mahal.

Setelah itu, Kevin meletakkan ponselnya asal dan berdiri. “Kau sudah sarapan, Eli-yah?”

“Belum. Kau mau sarapan?”

“Bagaimana kalau kita cari takoyaki? Aku ingin sekali makan takoyaki.” Kevin terkekeh sendirian sambil berjalan meninggalkan Eli yang sudah kembali bangun dan mengikuti Kevin. Kevin menoleh lagi menatap Eli. “Atau… Kau mau sarapan ala barat?” tawarnya kemudian.

Eli sangat tahu sifat Kevin yang sangat pengertian. Sebagai sesama orang yang tumbuh di luar negeri, wajar kalau Kevin bisa menebak pikiran Eli yang mungkin merindukan masakan ala barat. Eli hanya menggeleng kecil sambil menepuk kepala Kevin. “Lebih baik kita cari takoyaki saja.”

“Bagaimana kalau dua-duanya?” tawar Kevin lagi dengan semangat.

“Kau kelaparan, eh?”

“Jokta.” Kini Kevin sudah mehrong kearah Eli sambil menatap dalam mata namja itu. “Ppaliya!” Detik berikutnya Kevin sudah menarik tangan Eli dan membawanya keluar dari kamar hotel tempat mereka menginap.

Dalam hati, Eli tampak sedikit malu ditarik begitu oleh Kevin. Jika saja Kevin memang miliknya, mungkin Eli tak bisa tahan untuk tidak memeluknya. Namun sekarang, Eli hanya mengusap rambut coklat Kevin yang halus dan tersenyum lembut kearahnya.

Di usia mereka yang kini dua puluh tahun dalam hitungan sebenarnya, entah kenapa Eli tampak jadi jauh lebih dewasa dibanding Kevin. Dan juga tanpa Eli sadari, sepertinya Kevin merasa tenang jika bersamanya. Mungkin bersama orang bertubuh besar seperti Eli bisa membuat Kevin merasa terlindungi.

0o0o0o0o0o0o0

Judul lagu yang akan mereka bawakan bersama adalah Together. Sebuah lagu berlirik manis dengan instrument yang cukup bernuansa Jepang. Dan saat ini, Kevin dan Eli tengah mendengarkan pengarahan kecil dari Jamosa, seorang penyanyi Jepang yang banyak berduet dengan banyak penyanyi ternama.

“Ah, wakarimasu. Hontou ni arigatou, Senpai.” Kevin mengangguk sekali saat Jamosa menerangkan cara pelafalan lirik yang benar. Karena Kevin ataupun member U-Kiss lainnya sering mengadakan konser di Jepang, Kevin cukup pandai berbahasa Jepang.

Tapi Eli tidak terlalu bisa…

Alis namja itu tertaut sesekali saat mencoba melafalkan lirik lagu bagiannya. Ada beberapa kosakata yang pelafalannya aneh. Namun dengan cepat Eli bisa beradaptasi dengan lagu itu. “Ah, senpai. Apa aku tidak dapat bagian nyanyi?” Eli tertawa sendiri saat melontarkan pertanyaan itu.

“Ya, kau mau merebut posisi Kepin?” Jamosa bertanya balik. Kevin kembali menatap Eli agak cemberut. “Aku tak yakin Kepin bisa menggantikan posisimu. Sou desu nee, Kepin-kun?”

Kevin mengangguk. “Hai, aku kan bukan rapper. Suaraku hanya untuk menyanyi. Eli-yah, kau mau menjadi penyanyi juga? Bilang saja pada produser untuk menggeser posisimu. Mungkin kau bisa bertukar dengan Kiseoppi.” goda Kevin.

Hanya saja Eli tidak tertawa. Ada perasaan kesal karena Kevin membawa-bawa nama Kiseop. “Kenapa menggantikan Kiseop? Dia kan juga tidak terlalu handal rap.”

“Memangnya kau mau menggantikan Hoonmin? Atau menggantikan posisi Soohyun-hyung? Ah, kalau kau mau menggeser Soohyun-hyung, kau akan dipukul duluan olehnya.” Tawa Kevin dan Jamosa pecah dan itu membuat Eli gantian cemberut. Sadar kalau leluconnya membuat Eli kesal, Kevin langsung memeluk Eli manja. “Just kidding, Eli-yah. Don’t angry, please.”

“Shikkeureo, Kevin-ah.” Balas Eli kesal sambil berusaha melepas pelukan Kevin. Tapi bukannya melepaskan, Kevin malah tertawa sambil memeluk Eli lebih erat.

“Why? You don’t like it?” Kevin masih terkekeh.

“Aniya!” Eli mulai menggoyangkan tubuhnya, setengah meronta. Namun kini wajahnya sudah merona habis-habisan dan itu membuat Kevin agak kaget. Kevin melepaskannya dan Eli beralih agak menjauh. “Kau ini kenapa, sih?”

“He, doushite?” Kevin memiringkan kepalanya tak paham.

“Jangan peluk-peluk aku. Aku tidak suka.” Balas Eli agak disentak dan langsung membuat Kevin diam. Sebelumnya, Eli tak pernah marah pada Kevin. Kalau marah bohongan sih sering, tapi saat itu tak ada kebohongan di wajah Eli.

Dia tampak serius.

“Sorry.” Kevin menggaruk belakang kepalanya dan beralih menatap lirik lagu yang dipegangnya dan mulai menghafal nada lagunya. Jamosa yang ada diantara mereka tak terlalu menyadari atmosfir aneh diantara kedua namja itu.

Eli juga tampak tak enak hati pada Kevin. Namun harga dirinya menolak untuk bicara lebih dulu. Mood-nya mulai aneh gara-gara Kevin membawa nama Kiseop dalam pembicaraan mereka tadi. Ya, dia cemburu.

0o0o0o0o0o0o0

Korea, 13.00…

“Aku pulaaaang!” Kevin masuk ke dalam dorm dengan semangat. Namun tak ada sambutan yang di dapat. Dorm kosong melompong. “Hey, everybody! Anybody home?”

“Empty, Kev.” balas Eli tanpa minat sambil berbaring di sofa. Namja itu tidak bisa istirahat saat di pesawat. Dan sekarang dia benar-benar ingin beristirahat. Kegiatan di Jepang membuatnya lelah. Hanya satu hari untuk mempelajari lirik dan melakukan take vocal. Mengingat jadwal U-Kiss yang padat, mereka benar-benar harus kerja cepat. “Kita ada jadwal nanti malam, lebih baik kau istirahat.”

“Nae.” Hanya itu balasan Kevin. Karena aksi marah Eli kemarin di Jepang, Kevin jadi agak canggung. Belum lagi Eli sedang lelah, dia takut Eli marah lagi padanya. Entah kenapa, Kevin merasa takut Eli membencinya.

Baginya, mungkin karena Eli sahabat terbaiknya. Mungkin…

CKLEK! Pintu dorm kembali terbuka. Kali ini Kiseop yang datang.

“Kisippi!” Saat itu juga Kevin menghampiri namja tinggi itu dan memeluk lengannya. Tentu saja kelakuannya itu membuat Eli yang tadi berbaring langsung duduk tegap memperhatikan mereka. “Yang lain mana?”

“Soohyun hyung dan Hoonmin ada di kantor, Dongho ada pertandingan baseball dan Jaesop ada di studio latihan bersama Ryujin hyung. Ah, kalian berdua lebih baik istirahat saja sampai nanti sore.”

“Kau mau kemana?” Kevin bertanya antusias.

“Mau ke studio rekaman dengan Ahn noona.”

“Aku ikut.” Kevin menarik ponsel yang ada di tasnya dan menatap Eli yang sudah berbaring lagi. “Eli-yah, kau mau ikut?”

“Ani. Pergi saja sana.”

Lagi, Kevin langsung diam saat Eli bicara dengan nada ketus kepadanya. Seingatnya, dia tak banyak bicara dengan Eli, kenapa anak itu jadi bersikap menyebalkan pada Kevin? Tanpa bertanya, Kevin langsung mengangguk dan berjalan ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

Kiseop kini berdiri memandangi Eli. “Hey, apa-apaan tadi kau bicara? Ketus sekali.”

“Aku mengantuk. Jangan ganggu aku dulu.” jawab Eli sambil memutar tubuhnya memunggungi Kiseop yang hanya geleng-geleng tak mengerti. Kiseop tahu kalau Eli menyukai Kevin, semua member tahu— Oke, semua member kecuali Kevin. Tapi dia tak tahu kenapa Eli bersikap seketus itu kepada Kevin.

Itu aneh.

Apa sesuatu terjadi di Jepang?’ batin Kiseop heran.

0o0o0o0o0o0o0

“Eli-yah… Gwaencahana?” Malam itu, Kevin datang ke kamar Eli. Perasaannya tidak enak mengetahui temannya itu selalu bersikap ketus padanya. Kehadirannya disambut Eli dengan tampang santai. Seperti biasa.

“Nae, waeyo?” Eli balik bertanya sambil tersenyum.

Melihat senyuman Eli, entah kenapa perasaan Kevin jadi lebih baik. “Aku mencemaskanmu. Sejak kemarin kau kelihatan tidak enak hati.” ujarnya sambil duduk disamping Eli dan memandanginya. “Aku takut kau marah padaku.”

“Mianhae, aku sepertinya agak kelelahan.” Eli mencoba tersenyum sesantai mungkin. Mana mungkin dia bilang terang-terangan kalau dirinya cemburu pada Kiseop yang selalu disebut oleh Kevin.

Kevin menghela nafas lega. “Untung deh. Aku benar-benar takut kau marah padaku. Lain kali jangan seperti itu lagi, loh.”

“Memang kenapa kau takut?”

Kevin hanya mengangkat bahu. “Mungkin karena aku tak mau kau marah. Mungkin juga karena aku takut kau marah karena aku. Atau mungkin karena aku tak mau sesuatu terjadi padamu. Macam-macam, lah.” Namja itu terkekeh sendirian. “Aku dan Eli kan selalu bersama, jadi kalau kau bersikap aneh, aku pasti akan sangat khawatir.”

“Apa alasannya hanya karena kita selalu bersama?” Eli balik bertanya sambil menatap Kevin serius. Hanya saja, dimata Kevin tatapan serius itu memiliki arti yang lain. Tidak bermakna sama dengan cara Eli menanyakannya.

“Dulu, kau, aku dan Xander hyung adalah tiga member yang berasal dari luar. Sekarang tinggal kau dan aku, dan itu mungkin alasan kenapa aku jadi jauh lebih memperhatikanmu. Karena itu kita selalu bersama biar bisa saling membantu.” jawab Kevin polos sambil tersenyum lembut.

Jawaban itu tentu saja membuat hati Eli tersayat. Baginya, Kevin lebih dari segalanya. Itu alasan kenapa dia selalu ingin berada di sisi Kevin. Dia ingin menjadi orang yang penting, lebih dari teman yang selalu bersamanya.

“Oh, ya.”

“Kau mau keluar denganku dan Kiseop?” Kevin kembali bertanya.

“Kiseop?”

“Nae, Kiseop mengajakku jalan keluar mencari udara segar. Kau mau ikut tidak? Pasti perasaanmu akan lebih baik lagi.”

“Tidak mau.” Eli langsung berdiri sambil membuka lemari pakaiannya dan mengambil mantelnya. Dengan dingin, dia menatap Kevin datar. “Kau tahu, Kev?”

“Ng?”

“Kau bilang, kita selalu bersama. Tapi kau sebenarnya jauh lebih sering bersama Kiseop. Aku tak butuh kau, kalau kau hanya menganggapku teman yang sama dengamu. Lebih baik, kau perhatikan saja Kiseop sana.” ujarnya dengan dingin dan langsung meninggalkan Kevin yang melongo tak percaya.

Saat di depan kamar, Eli berpapasan dengan Kiseop. “Eli? Kau mau ikut_”

BUGH! Eli mendorong bahu Kiseop kasar dan berjalan melewatinya begitu saja.

Tentu saja Kiseop tercengang dibuatnya. Dan saat dia menatap kearah Kevin. Kedua bola matanya langsung terbelalak kaget. “Kevin? Kenapa kau menangis?!”

0o0o0o0o0o0o0o0

Eli termenung di taman yang kosong. Sudah jam sepuluh malam, dia masih tak ingin kembali ke dorm. Dia dengar saat Kiseop berseru kaget dan bertanya kenapa Kevin menangis. Dia tak tahu kalau kata-katanya bisa membuat Kevin menangis, tapi dia juga tak ingin berbalik untuk menenangkan Kevin.

Sekali lagi, harga dirinya tak mengizinkannya.

“Ah, stupid Kim Kyoungjae!” gerutunya sambil mengacak rambutnya frustasi. “Kau itu kenapa jadi mudah marah begini, sih? Cemburu juga kan ada batasnya! Bodoh, bodoh, bodoh, bodoh!”

PLETAK!! Tiba-tiba sesuatu yang keras mendarat dikepalanya.

“Aish! Who the hell?!” serunya tak terima.

“Jangan bicara pakai bahasa Inggris, dasar blasteran.” Dari arah pandang Eli, dilihatnya Kiseop berjalan mendatanginya sambil menenteng plastik yang cukup besar. Entah apa isinya. “Baru aku mau mencarimu, ternyata kau sedang melamun disini. Awas nanti dirampok orang.”

“Sekalipun ada yang merampokku, paling juga itu kau.” balas Eli gusar sambil mengambil benda yang tadi dilemparkan Kiseop. Sekaleng cola yang masih ada isinya. Pantas saja rasanya sakit sekali ditimpuk pakai itu. “Apa itu? Disuruh belanja sama Soohyun hyung?”

“Bukan, ini inisiatif namanya.” Kiseop terkekeh sambil duduk disamping Eli. “Kau kenapa? Kevin sampai kau bikin menangis begitu.”

“Eh, dia serius nangis?”

“Ya! Kau kira dia menangis bohongan. Kau tahu dia itu sangat sensitif. Mendengar ucapan yang dingin seperti itu, wajar kalau dia menangis sambil kebingungan. Tega sekali kau, Kyoungjae.”

Lagi-lagi Eli menggaruk kepalanya frustasi. “Aku tidak sepenuhnya salah, kok. Kevin saja yang membuatku kesal.”

“Wae? Kata Kevin,” Kiseop menarik nafas sebentar sambil mengambil satu kaleng coke dan membukanya. Perlahan ditenggaknya dan dia menatap Eli sambil tersenyum aneh. “gara-gara aku, ya?”

Catch me!’ batin Eli sambil membuka kaleng cola yang ditangannya dan menenggaknya banyak-banyak. “Kevin cerita apa?”

“Dia bercerita banyak…”

.

Flashback~

“Kevin? Kau menangis?!” Kiseop langsung menghampiri Kevin dan duduk dihadapan namja cantik itu. Sesekali, dia menoleh kebelakang. Siapa tahu Eli ada dibelakangnya, karena dia tahu pasti Eli yang membuatnya begitu. “Apa kau bertengkar dengan Eli?”

Kevin hanya mengangkat bahu sambil menghapus air matanya. “Aku tak tahu, kenapa Eli jadi sangat sensitif padaku. Dia sampai bilang kalau dia tak membutuhkanku dan sebaiknya aku memperhatikanmu saja.” jawabnya lirih. “Apa yang salah denganku?”

Mendengar jawaban Kevin, tentu saja Kiseop mengerutkan keningnya keheranan. “Kok bawa-bawa aku? Kenapa dia marah dan sampai bilang begitu?”

“Mollayo, Kiseop-ah. Padahal aku hanya mengajaknya jalan-jalan keluar denganmu.” Kevin menatap Kiseop. “Apa aku melakukan sesuatu yang buruk? Aku benar-benar tidak tahu. Waktu di Jepang juga begini.”

“Kev,” Kiseop beralih dan duduk disamping Kevin. “dia itu cemburu?”

“Hah? Cemburu kenapa?”

Kiseop benar-benar lelah menatap Kevin. Padahal Kevin terbilang lumayan pintar, tapi kenapa dia jadi agak bodoh kalau soal ini. “Kau itu payah, ah. Kau mengajaknya jalan keluar denganku, dan tiba-tiba dia marah. Itu tandanya dia cemburu!”

“Loh, kenapa dia harus cemburu?”

Rasanya, Kiseop benar-benar ingin menjitak kepala Kevin. “Pabbo, Woo Sunghyun! Kau masih saja bertanya kenapa dia cemburu. Aku tanya sekarang, kalau orang cemburu itu artinya apa?”

“Ah, mana aku tahu! Ada banyak alasan kenapa orang cemburu.” Kevin menatap langit-langit ruangan itu sambil berpikir. “Satu, karena ingin diperhatikan. Dua, karena tak suka melihat orang disukai dekat dengan orang lain. Tiga, karena memang tipe pencemburu.” Namja cantik itu kembali menatap Kiseop. “Kalau Eli?”

“Kevin, bodoh juga ada batasnya tahu!” Kiseop langsung mendorong dahi Kevin pelan sambil tertawa geli. “Kasihan sekali Eli.”

“Kasihan?”

Kiseop kini tersenyum lembut menatap Kevin. “Bagimu, apa arti Eli?”

Kevin menunduk dengan tampang berpikir. “Arti? Sama seperti artimu untukku. Dia sangat berarti. Dia orang yang selalu ada disisiku kapanpun aku membutuhkannya. Dia salah satu bagian dari U-Kiss. Dia sudah seperti kakak bagiku. Karena kami selalu bersama, dia orang yang sangat penting.”

“Hanya karena itu?”

“Memangnya karena apa?”

“Bagaimana kalau…” Kiseop agak canggung sendiri sebelum dia melanjutkan kata-katanya. “Kalau dia menyukaimu?”

“Waeyo?” Kevin kini mengerutkan keningnya. “Aku juga suka dia. Dia sahabat yang baik.”

Ukh! Kiseop benar-benar kesal sekarang.

“YA!” Diraihnya bahu Kevin kasar dan ditatapnya mata namja itu dalam-dalam. “Suka yang berbeda. Suka yang berlandaskan cinta. Kau tahu kenapa dia cemburu? Itu jelas-jelas karena dia menyukaimu. Mencintaimu. Bagaimana bisa kau tidak paham, eh?!”

Kedua bola mata Kevin membulat sempurna. “Di-dia suka padaku?!”

.

Flashback end~

.

Kini, Eli yang menatap Kiseop horror. “Ya, kau!!! Apa yang kau katakan?! Sekarang, aku harus pasang tampang apa kalau bertemu dia?! Aku benar-benar tidak mau pulang ke dorm!”

Disampingnya, Kiseop tertawa jahil. “Kau tahu, dia hanya melongo saat kubilang begitu. Nyawanya seakan keluar dari raganya. Karena itu aku keluar untuk membelikannya makanan yang disukainya. Siapa tahu nyawanya akan kembali.”

“Pabboya, Lee Kiseop! Jeongmal pabboya!” Eli benar-benar frustasi sekarang. “Lalu, apa ada yang bertanya kenapa Kevin jadi mayat begitu?”

Kiseop mengangguk cepat. “Dongho bertanya sebelum aku keluar. Jaesop juga kelihatan sangat bingung, karena saat dia mau mendekati Kevin. Kevin langsung jatuh terbaring dengan wajah shock. Dia benar-benar nyaris mati.” tawanya pecah setelah mengatakan kalimat itu. Namun dengan cepat Eli memukul kepalanya dengan kaleng cola-nya. “Appo!”

“Sumpah! Kau itu idiot! Arrggh!! Aku serius tidak mau pulang sekarang!!”

“Siapa suruh dia jadi manusia terlalu bodoh, aku kan jadi sebal. Kau juga sama bodohnya. Bukannya jujur, malah diam saja dan marah-marah tidak jelas begitu.”

Sesungguhnya, yang dikatakan Kiseop benar. Kalaupun hal itu terjadi pada Soohyun atau yang lain, mereka juga akan mengatakan apa yang Kiseop katakan pada Kevin.

“Kau kira mudah? Aku dan Kevin itu sama-sama namja, cinta yang seperti ini sulit dijelaskan. Kalau, Kevin bisa menerimanya dan tidak menganggapku aneh. Bagaimana kalau Kevin tak terima dan berbalik menjauhiku habis-habisan?” Suara Eli terdengar berat disaat dia menunduk dalam. Sekali, Eli menghela nafas panjang.

Kiseop juga bisa memahami hal itu. Memang member U-Kiss yang lain tidak menganggap Eli aneh dengan menyukai Kevin. Pada dasarnya, Kevin memang kadang terlihat sebagai yeojya. Justru akan aneh kalau ada namja yang tidak memiliki perasaan apapun pada Kevin. Bayangkan saja kalau kau hidup di kumpulan namja setiap harinya, dan ada satu namja yang benar-benar seperti yeojya? Pasti jadi menarik perhatian, kan?

“Akan sangat bagus kalau Kevin langsung mati berdiri.” goda Kiseop asal.

“Ya! Kau mau Kevin mati, hah?!” Eli langsung mencekik Kiseop dengan lengan kekarnya. Yang dicekik justru tertawa sambil berusaha lepas dari Eli. “Jangan tertawa! Aku serius frustasi, nih!”

“Bodoh! Dari pada kau frustasi disini, lebih baik pulang! Nyatakan perasaanmu padanya!”

“Andwae!” Eli melepaskan Kiseop.

“Ah, terserahlah. Mau pulang atau tidak, yang penting besok kau harus ikut latihan. Kalau kau hilang begitu saja, akan kuadukan ke Deanna noona kalau kau membuat Kevin menangis. Disini dingin, aku mau pulang.” Kiseop langsung berdiri. Namun sebelum dia menjauh, Eli memanggilnya.

“Kau sendiri…”

“Apa?”

“Apa kau suka pada Kevin juga?”

“Kenapa kau bertanya begitu?” Kiseop tersenyum kecil sambil merapihkan rambut hitamnya yang tertiup angin.

Eli hanya mengangkat bahu. “Kau sangat memperhatikan Kevin. Kalian juga sangat dekat.”

“Kalau kubilang, aku juga menyukainya. Kau mau apa?”

Eli terdiam menatap Kiseop. “Aku serius.”

“Nado.” Kiseop mengalihkan tatapannya dari Eli menjadi kearah langit. “Tapi sayangnya, tak ada tempat untukku. Bagi Kevin, aku hanya sahabat yang juga sama berarti untuknya. Kevin tak bisa membedakan betapa pentingnya kau dan aku untuknya. Tapi aku tahu, baginya kau jauh lebih berarti.”

“Kenapa kau bilang begitu?”

Kiseop tersenyum getir. “Kau tahu kan kalau Kevin tak pernah bisa berbohong. Matanya yang mengatakannya padaku. Disaat dia bercerita tentangmu atau menatapmu, ada sinar lain dari matanya dan aku paham artinya. Sayangnya Kevin tak menyadarinya. Baginya, itu sama dengan caranya menatap yang lain.”

Eli termenung mendengarnya. Dia tak yakin kalau Kevin benar-benar seperti itu.

“Bye.” Merasa tak ada yang perlu lagi dibicarakan, Kiseop langsung meninggalkan Eli yang masih terdiam mencerna kalimat Kiseop. “Aku melakukan hal yang bodoh. Masa membantu saingan sendiri?” gumam Kiseop sendirian sambil mengusap lengannya yang agak dingin. “Biar saja, lah.”

0o0o0o0o0o0o0

Eli benar-benar tidak pulang, dia menghubungi Soohyun dan bilang kalau malam itu dia menginap di tempat Ryujin hyung, salah satu manajer mereka.

“Eli hyung, eodiya?” Dongho mengalihkan tatapannya mencari Eli pagi itu. “Apa dia tidak pulang sejak semalam?”

“Nae, dia bilang menginap di apartemen Ryujin hyung.” jawab Soohyun sekenanya. “Ayo cepat, kita harus latihan pagi. Dan kau juga harus segera ke sekolah, magnae.”

“Kevin, gwaenchana?” Jaesop, atau yang biasa dipanggil AJ menatap Kevin yang memakan sarapannya dengan sangat malas. “Sejak semalam kau seperti mayat hidup.”

“Aniya.” Hanya itu balasan Kevin.

“Tuh, kan!” Hoonmin menimpali. “Eli tidak pulang, Kevin jadi mayat. Kalian bertengkar, eh?”

“Aniya.”

“Kevin hyung beneran jadi mayat.” celetuk Dongho tak perduli dan tetap fokus dengan sarapannya.

Kiseop sendiri hanya duduk memperhatikan Kevin dalam diam. Dia tahu apa yang ada dipikiran Kevin. Dan disaat Kevin tiba-tiba meliriknya, dia hanya tersenyum. Seakan tahu apa yang ingin ditanyakan Kevin. “Eli pasti datang ke studio latihan, kok.”

“Jeongmal? Kau yakin?”

“Nae, dia kan professional.” Senyum Kiseop terulas lebar. “Jadi jangan khawatir. Dan hari ini juga, selesaikan masalah kalian.”

“Wakatta nee…”

“Ternyata memang bertengkar, ya.” Hoonmin kembali bergumam sendirian. “Ah, Dongho! Ayo cepat. Kau bilang aku harus mengantarmu.”

“Iya, cerewet.”

Kevin kembali tenggelam dengan lamunannya. Semalaman dia tak bisa tidur. Yang ia pikirkan hanya satu hal. Benarkah Eli mencintainya?

0o0o0o0o0o0o0

“Annyeong!” Dengan semangat penuh, Eli masuk ke studio latihan sambil membawa dua kantung besar makanan. “Aku diberikan ini oleh yeojya chingu-nya Ryujin hyung. Ayo makan!”

PLETAK! Soohyun menjitak Eli cepat.

“Dasar. Sudah tidak pulang dan merepotkan orang, sempat-sempatnya datang dengan senyum lebar dan wajah ceria.” gerutu sang leader sambil menarik kantung yang dibawa Eli. “Tapi kelihatannya enak. Ayo makan!” Soohyun sudah terkekeh sambil duduk di lantai kayu.

Gantian, Eli yang cemberut. “Kenapa juga, aku dijitak—Ah, ayo kalian juga! Aku sudah mencobanya, dan sangat enak.”

“Kebetulan belum sarapan.” Kiseop tertawa kecil dan membuat Hoonmin menatapnya tak percaya.

“Apanya yang belum sarapan? Kau kan makan banyak, Kisippi!”

“Aku belum sarapan babak kedua tahu.”

“Dasar kampungan.” Jaesop tertawa kencang sambil duduk disamping Soohyun. “Kalau soal makanan tidak mau kalah. Ah, Kev! Kenapa diam saja? Tidak tergoda sama makanan enak?”

Bukannya menjawab panggilan Jaesop, Kevin justru melirik Eli yang memandanginya sambil memasang senyum canggung. “Ya, Kim Kyoungjae. Kau tidak pulang semalam gara-gara aku, kan?” tanya Kevin to the point.

“Sok tahu, ah.” Kini Eli membalasnya setengah gugup. “Sejak kapan kau jadi sok tahu, Woo Sunghyun?”

“Sejak kapan juga kau jadi menghindariku dan mengelak?”

“Sejak kapan kau jadi suka mencampuri urusanku?”

“Sejak kapan kau jadi menyebalkan?”

“Sejak_”

“STOP!” Seruan Soohyun membuat Eli diam tak jadi bicara. “Aku tahu sesuatu terjadi diantara kalian. Tapi kalau mau bertengkar lebih baik diluar sana. Kami tak mau makan sambil menonton pertengkaran konyol kalian.”

“Ah, Soohyun hyung.. Aku justru ingin sekali melihat mereka bertengkar.” goda Jaesop sambil memakan jjangmyun yang tadi dibawa Eli.

Eli mengangguk dan langsung mengarahkan jarinya kearah Kevin. Mengisyaratkan pada namja cantik itu untuk mengikutinya. Eli sadar benar, saat ini dia tak bisa mengelak lagi. Dia akan mengatakan semuanya sekarang. Dan apapun yang terjadi, dia akan menerima resikonya.

.

“Oke, mau dimulai dari mana?” Eli membuka pembicaraan diantara mereka.

Kevin yang langsung paham, menatapnya sambil menyipitkan matanya. “Alasan sebenarnya kau menjadi pemarah padaku.”

“Kan sudah tahu.”

“Aku belum tahu!”

“Jangan bohong.” Eli menyunggingkan senyum liciknya menatap Kevin. “Kiseop kemarin bertemu dan menceritakan semuanya denganku. Jangan pura-pura bodoh, Kev. Aku tahu kalau kau tidak jago berbohong.”

Kevin mengkeret. Namja itu langsung mengalihkan tatapannya dari Eli. “Memangnya yang Kiseop katakan, benar semua?”

“Mana aku tahu, aku kan tidak mendengar pembicaraanmu dengannya.”

“Tadi kau bilang dia sudah menceritakan semuanya padamu!” Kevin jadi tidak sabar bicara dengan Eli. Sepertinya merenung semalaman di tempat orang membuat otak Eli jadi sedikit agak bermasalah.

Eli langsung tertawa dan menepuk-nepuk bahu Kevin. “Kau marah, eh?”

“Iya!”

“Dasar bodoh.”

Dikatai bodoh, membuat wajah Kevin mulai merah. Bukan malu, tapi karena kesal. “Oke, Kim Kyoungjae. Aku mulai kesal sekarang. Apa sebaiknya kita tak usah membicarakan masalah ini saja, oke?” Kevin memutar tubuhnya dan hendak meninggalkan Eli, tapi namja itu buru-buru menahan tangan Kevin.

“Jamkaman.”

Kevin diam namun tetap tidak memutar tubuhnya agar bisa menatap Eli. Untuk beberapa saat, keduanya memang saling berdiam diri. Sampai akhirnya Eli melepaskan tangan Kevin dan berjalan sampai tepat berada di belakang Kevin.

“Kiseop benar.” ucapnya lirih. “Semua yang dia bilang padamu itu benar. Kurasa aku tak perlu menjelaskan panjang-lebar kepadamu. Yang ingin kau ketahui memang cuma itu, kan?” Ditepuknya kepala Kevin lembut. “Mianhaeyo, Kevin.”

“Jadi…” Kevin diam sebentar sebelum kembali bicara. Namja itu kini menunduk tak enak hati dihadapan Eli. “Kau…”

“Aku tak akan mengucapkannya.” Eli melanjutkan. “Akan sangat memalukan karena aku tahu apa jawabanmu—mungkin.” Senyum getir kembali terulas diwajah Eli. “Sudah cukup bagiku dengan terus bersama denganmu. Aku tak ingin mengharapkan yang lebih. Setelah ini, aku yakin akan sulit bagi kita bersikap seperti sebelumnya. Jadi aku benar-benar minta maaf.”

“Boleh aku bertanya?” Kevin mengalihkan pembicaraan mereka.

“Nae?”

Perlahan, dia menoleh menatap Eli dengan tatapan penasaran. “Bagaimana kau bisa tahu kalau kau menyukaiku?”

Pertanyaan konyol. Eli langsung tertawa pelan dan itu membuat Kevin kembali memerah, kali ini karena dia merasa malu.

“Ah, aku lupa kalau kau belum pernah pacaran dan cinta pertamamu itu KissMe.”

“Jangan alihkan pembicaraan, cepat jawab!”

Eli menepuk kepala Kevin sambil tersenyum manis menatapnya. “Mudah saja. Kalau bersama denganmu, jantungku berdegup seratus kali lebih cepat dari biasanya. Kalau didekatmu, aku merasa semua akan baik-baik saja. Aku tak bisa melihatmu menangis atau terluka, aku ingin selalu bisa melindungimu dan membuatmu tersenyum. Kau menjadi sosok yang sangat penting dalam hidupku dan sosok yang selalu hidup dalam pikiranku.”

“Jadi kalau kau merasakan hal itu ke semua orang, itu artinya kau menyukai mereka juga?”

“Ani.” Eli menggoyangkan telunjuknya di depan Kevin dengan tampang sok. Tapi berikutnya, dia kembali memasang senyum manisnya. “Perasaan seperti itu, hanya akan kau rasakan pada satu orang. Itu bukan perasaan yang bisa kau rasakan kepada orang lain. Karena itu aku tahu, kalau aku menyukaimu.”

Rona wajah Kevin kembali berubah merah. Namja itu langsung menunduk. “Kalau begitu… Aku bisa mengartikan ini sebagai suka juga, dong?”

“Mwo?”

Dengan wajah aneh, Kevin kembali menatap Eli. “Aku juga merasakannya kalau sedang bersamamu. Apa itu juga bisa kuartikan sebagai suka?”

“Kok aku merasa pembicaraan ini jadi sebuah lelucon, ya?” Tampaknya Eli mulai frustasi menghadapi kepolosan Kevin. Eli langsung duduk di lantai dan menengadah menatap Kevin. “Kau mau menggodaku, ya?”

“Aku serius tahu!” Kevin ikut duduk disamping Eli. “Aku tak terlalu paham bagaimana rasanya menyukai seorang individu manusia. Karena ini pertama kalinya, jadi ini benar-benar sangat asing bagiku. Dan karena kau adalah namja, aku kira ini wajar. Dan aku kira, suatu saat nanti aku juga akan merasakan hal yang sama terhadap semua member U-Kiss.”

“Itu artinya kau akan jatuh cinta ke semua member termasuk si Dongho, eh?”

“Yah, mana aku tahu!” Kevin menumpukan dagunya di kedua lututnya dan termenung selama beberapa saat. “Jadi sekarang?”

“Kau mau apa?”

“Kau maunya apa?” Kevin balik bertanya. Namun, kali ini seulas senyuman terlihat di wajahnya ketika dia melirik kearah Eli. “Apa kau mau kita berpacaran, eh?” godanya santai.

Eli terkekeh sambil melirik Kevin dan ikut menumpukan dagunya di atas kedua lututnya. “Kok aku merasa jadi terlalu gampang, ya?”

“Watashi mo.” Kevin tertawa sendirian sambil menarik nafas.

“Ish, jangan pakai bahasa Jepang!” Eli menjitak kepala Kevin pelan. Dan kembali memasang wajah serius. “Lebih baik kita mencoba menjalaninya seperti biasa.”

“Maksudmu?”

Eli mengangguk sekali sambil duduk tegap. “Aku akan menunggu sampai kau benar-benar yakin kalau yang kau rasakan terhadapku itu memang benar cinta. Dan sampai saat itu tiba, aku akan terus berada disisimu.”

“Itu sih sama saja dengan berpacaran.” Kevin agak cemberut, tapi dia tersenyum. “Tapi itu ide yang bagus.”

Eli kembali mengusap kepala Kevin lembut dan tersenyum. “Tapi jangan membuatku menunggu terlalu lama, okay?”

“Hai, wakarimashita.” Kevin mengangguk cepat sebagai jawaban. “Yang penting, kita harus selalu bersama, ya.”

“Sip!” Eli menepuk-nepuk bahu Kevin cepat.

Baginya, kisah ini belum sepenuhnya tuntas. Tapi dalam hati, dia sangat yakin. Dia percaya kalau Kevin akan menepati omongannya. Kevin tak akan membuatnya menunggu lama. Dan dia juga tak akan mengingkari ucapannya. Dia akan selalu berada disisi Kevin. Ya, bersama dengan orang yang dicintainya.

Karena mereka berdua memang ditakdirkan bersama.

 .

~The End~

You Are My Obsession

You Are My Obsession

.

Cast :: Kevin Woo (Woo Sunghyun), Kim Eli (Kim Kyoungjae), Lee Kiseop

Rated :: K+

Genre :: Angst

.

“Manis… Cantik… Indah… Dan menawan…”

“Kau terlalu cantik dan manis. Kau membuatku merasa kacau dan hancur. Hanya dengan menatapmu aku merasa mataku menjadi buta. Tiap kudengar suaramu aku berubah menjadi tuli. Tiap kuhirup aroma tubuhmu membuat jantungku berdegup seratus kali lebih cepat.”

“Akhirnya kusadari… Aku mencintaimu.”

“Aku terlalu mencintaimu sampai aku sendiri tak bisa menahan perasaan ini.”

“Aku ingin memilikimu. Dan keinginan ini membuatku semakin gila.”

“Tetapi… Kau milik orang lain.”

.

.

~Kiseop pov~

“Kevin!”

Kutatap sosokmu yang langsung berjalan cepat mendekati namja itu. Kau tersenyum sangat lembut dan sorot mata indahmu itu hanya bisa memandangi sosok namja itu. Tanganmu perlahan membelai lembut rambut coklat namja itu.

Menyebalkan.

“Ada yang harus kau lihat.” Namja itu mengeluarkan ponsel dari sakunya dan kau merunduk di balik bahu bidangnya sambil meletakkan kedua tanganmu disana. Kau terlihat seperti seekor kucing yang tengah bertengger di bahu majikannya.

Kau sangat menggemaskan.

“Ah, itu kan foto kita waktu ke Namsan, Eli-yah.” Ucapmu dengan suara indahmu.

Namja itu mengangguk sambil tersenyum dan menoleh kearahmu. Kelakukannya itu membuat wajahnya terlihat sangat dekat dengan wajahmu. Namun tak ada raut malu dari wajahnya, sedangkan kini wajahmu mulai memerah.

“Kau kelihatan konyol. Pantas saja Xander hyung menertawaimu.”

“Yak!” Kau berdiri sambil memukul bahu namja itu. “Kau juga jangan menertawakanku. Aku sudah kesal ditertawai Dongho karena peristiwa itu.” Kau agak cemberut saat bicara dengannya.

Namja itu tersenyum menatapmu dengan sangat lembut. Tangan kekarnya langsung meraih pinggangmu dan memainkan jemarimu yang lentik itu.

Aku tak suka.

Kau memainkan helaian rambutnya hati- hati sambil terkekeh. “Kau tahu, aku tak suka kalau digoda karena foto itu. Aku juga tak mau mengingat kejadian memalukan itu. Jadi kau harus menghapusnya.”

“Percuma saja, kuhapuspun, masih banyak foto ini di ponsel Xander hyung, Soohyun hyung, Kibum hyung dan Dongho.” Namja itu kembali tertawa menggodamu.

Kau kembali cemberut. “Kalau begitu aku marah saja, padamu.”

“Yak! Jangan, dong!” Dia langsung berdiri sambil mengusap rambut pirangmu lembut. “Baik, akan kuhapus dari ponselku. Tapi jangan sekali-kali kau ngambek karena hal ini, arra?”

“Sip!” Kau tersenyum sangat cantik menatapnya.

Bola mata coklatmu hanya menangkap wajah dan sosoknya. Bahkan dari tempatku duduk disini, aku bisa melihat pantulan namja itu di bola mata indahmu itu. Hanya ada namja itu. Hanya ada dia, tak pernah ada aku.

Dan aku benci itu.

Apa yang membuatmu sangat mencintai namja itu? Apa yang membuat matamu itu selalu menatap kearahnya?

Kenapa kau tak pernah menatapku?

Perlahan kukeluarkan ponselku dan dengan hati- hati aku mengarahkan ponselku kearahmu. Dan…

CKLEK!

Lagi. Kudapatkan satu gambar dirimu. Setidaknya, aku bisa memilikimu meski hanya berupa gambar virtual ini.

0o0o0o0o0o0o0

BRAKK!!

Kubanting pintu kamarku dan langsung kulemparkan tas ranselku ke pojok kamar.

“Kenapa hari ini aku tak bisa memandanginya lebih banyak dari biasanya.”

Aku langsung merebahkan tubuhku di atas tempat tidurku. Jam digital yang ada di layar ponselku menunjukkan sudah jam tujuh malam. Aku belum makan malam. Ah, lebih tepatnya aku sangat malas makan malam.

Siapa perduli?

Sejak SMP aku tinggal sendirian di apartemenku. Appa dan umma sibuk dengan pekerjaan mereka dan hanya mengirimiku uang untuk memenuhi kebutuhanku. Jadi aku matipun, kurasa mereka tak akan tahu dan tak akan terlalu kaget.

Kupandangi fotonya yang kujadikan wallpaper di layar ponselku.

Kevin, atau namja cantik yang bernama asli Woo Sunghyun.

Aku pertama kali bertemu saat masuk SMA dulu… Dua tahun yang lalu…

.

“Kenapa aku bisa diterima masuk ke sekolah khusus namja ini?” Kupandangi papan pengunguman para siswa yang diterima di Perguruan Yeosei tahun ini. Dan namaku ada di urutan ke seratus sepuluh dari sekitar dua ratus lima puluh siswa yang diterima.

Padahal aku berharap ditolak dan aku tak harus melanjutkan sekolahku tahun ini.

“Yeah! Aku diterima!”

Saat itulah kudengar suaranya. Suara yang terdengar seperti yeojya. Suara yang terdengar merdu dan sama sekali tidak terdengar berat seperti namja kebanyakan.

Aku menoleh dan menemukan sosoknya.

Dia berdiri tepat disebelahku. Saat itu rambutnya hitam kelam dan tertiup angin perlahan, membuatnya tampak kontras dengan bola mata coklat caramel yang seperti kucing. Kulitnya putih dan tampak sangat cantik dimataku. Dia bahkan terlihat jauh lebih cantik dari banyak yeojya yang pernah kulihat.

Dia sangat manis… Dan indah…

Dia menoleh dan tersenyum. Ini pertama kalinya ada orang yang tak aku kenal tersenyum seramah itu denganku.

“Kau juga diterima?” Kau bertanya dengan suaramu yang lembut dan ramah.

Perlahan aku mengangguk. Dan detik itu juga kurasakan getaran aneh di dadaku.

Kau tersenyum lebar. “Nado. Semoga kita bisa menjadi teman. Woo Sunghyun imnida, kau bisa memanggilku Kevin.” Kau mengulurkan tanganmu kearahku.

Dengan perasaan takut, aku menjabatnya. Tapi hanya sebentar. “Lee Kiseop imnida. Annyeong.” Detik itu juga aku langsung berjalan meninggalkanmu. Aku tak berani menoleh kebelakang.

Aku tak mau menatap sosok itu jauh lebih lama. Aku takut aku terpenjara di dalamnya.

.

Dan dua tahun berlalu sejak pertemuan hari itu. Sayangnya kita tak berada satu kelas. Namun saat aku masuk ke kelas tiga, tak kusangkan kau ada di kelas itu. Kau duduk disana bersama dengan orang- orang yang kau kenal.

Kau tak berubah, hanya saja warna rambutmu yang hitam saat itu berubah coklat terang. Kau tetap cantik seperti dulu.

Sayangnya…

Kita tidak bisa berteman.

Kupandangi lagi fotomu dilayar ponselku. Dan perlahan tatapanku teralih pada ratusan gambaranmu yang terpasang di dinding kamarku. Yeah, kamar ini penuh dengan fotomu yang aku ambil secara diam-diam, Kevin. Kau tak tahu, kan?

Kau harus menjadi milikku. Setidaknya, aku harus memiliki beberapa bagian dari sosokmu. Sekalipun itu hanya berupa fotomu saja.

~Kiseop pov end~

0o0o0o0o0o0o0

Kevin duduk memandangi Eli yang duduk agak jauh darinya. Senyumnya terkembang setiap kali dia memandangi sosok yang sangat disayanginya itu.

Ya, Eli adalah kekasihnya sejak SMP. Cinta yang dibangunnya berdua sudah mengalami saat-saat yang terlampau sulit sehingga pada akhirnya mereka bisa bertahan sampai detik ini. Kevin teramat menyayangi namja itu, dan sedikitpun tak berniat berpaling darinya.

Sebuah suara pelan membuat perhatiannya teralih. Ditatapnya seorang namja yang duduk dikursi disampingnya. Sesungguhnya, itu adalah kursi Woohyun, salah satu teman sekelasnya. Tapi saat itu, Kiseop duduk dikursi itu.

“Kiseop?” Tanyanya pelan, agak hati-hati. Semua orang tahu siapa pemuda bernama Lee Kiseop. Pemuda pendiam yang tidak terlalu suka bergaul dengan banyak orang disekelilingnya. Sekalipun ada tugas kelompok, Kiseop hanya akan mengerjakannya sendiri.

Berkali-kali Kevin ingin mencoba dekat dengannya, tapi ia ragu. Setiap melihat sorot mata Kiseop yang agak aneh tiap memandanginya, Kevin menjadi takut dan semakin urung berbicara dengan namja tinggi berwajah sangat tampan itu.

Kiseop menoleh sekilas kearah Kevin tanpa minat. “Nae?”

“Eung, itu kursi Woohyun? Kenapa kau duduk disana?”

“Woohyun?” Kiseop agak mengerutkan keningnya.

Kevin semakin heran dengan pertanyaan Kiseop. Namja itu mengangguk. “Nam Woohyun. Kau tak kenal?”

Kiseop hanya menggeleng sambil menatap lurus ke buku yang diletakkannya di atas meja itu. “Aku hanya melihat kursi ini kosong, dan karena aku bosan duduk ditempatku, kuputuskan hari ini akan duduk disini.” Mungkin ini kalimat terpanjang yang pernah Kiseop ucapkan dihadapan Kevin.

Kevin sendiri hanya mengangguk sambil menggaruk belakang kepalanya yang sesungguhnya tidak gatal. Dan tanpa keinginan bicara lebih banyak, Kevin kembali menoleh kearah Eli yang kini berpaling menatapnya dengan tatapan tak suka.

Dan untuk kesekian kalinya, Kevin mencoba tak memperdulikan Kiseop disampingnya. Namja itu  langsung berjalan meninggalkan kursinya dan berdiri disamping Eli.

Saat itulah tatapan mata Kiseop yang datar kembali berubah.

Sarat dengan luka dan kepedihan yang dalam. Kiseop kembali fokus dengan buku yang tetap terbuka dihadapannya. Perlahan dikeluarkannya ponselnya dan menatap wallpaper yang terlihat disana. Jemarinya yang panjang mengusap setiap inci wajah Kevin yang terlihat.

“Kau… Milikku…” Bisiknya sendiri. Seakan tengah meyakini dirinya, kalau Kevin hanyalah miliknya seorang.

0o0o0o0o0o0o0

~Kevin pov~

Dia membuatku bingung. Tiap kali aku melihat matanya itu menatap kearahku, aku menemukan berjuta tanda tanya dikepalaku. Banyak hal yang tak kupahami kenapa dia selalu menatap kearahku dengan tatapan seperti itu. Dan sesungguhnya, itu membuatku agak takut bicara dengannya.

Kami bertemu pertama kali saat aku kelas tiga. Dan pertemuan kami itu bukan pertemuan yang baik…

.

“Kiseop-sshi, Kevin imnida.” Aku memperkenalkan diriku pertama kali saat aku berdiri dihadapanmnya. Saat itu tatapannya terlihat sangat kaget dan tak percaya karena menatapku. Aku tak tahu apa yang ada dipikirkannya, tapi wajahnya sangat familiar. “Kita pernah bertemu?” Tanyaku lagi.

Kiseop menggeleng cepat sambil kembali fokus dengan buku tebalnya. “Tidak. Kiseop imnida. Jangan memanggilku dengan formal.”

Tanggapannya sangat dingin. “Ah, baiklah. Mianhae kalau aku mengganggumu.” Aku langsung membungkuk pelan dan kembali ke arah anak lainnya yang ingin aku kenal satu persatu. Hanya saja ada yang aneh. Aku merasa diperhatikan seseorang.

Naluriku terbilang cukup baik untuk hal seperti ini, aku menoleh kearah yang tepat. Saat itu Kiseop sedang melihat kearahku dan saat dia mengetahui aku menoleh, dia langsung mengalihkan wajahnya dariku.

Aku tak tahu apa yang ada dipikirannya. Kalau dia tak berminat berteman denganku, kenapa dia memperhatikanku seperti itu?

.

“Kau memikirkan apa?” Lamunanku pecah karena suara Eli. Perlahan namja itu menepuk kepalaku pelan sambil memposisikan wajahnya tepat dihadapan wajahku. Eli tersenyum manis menatapku. “Kenapa diam saja?”

“Ah, ani.” Aku bersandar di kursiku untuk agak menjauhkan wajahku darinya. “Aku sedang bingung saja.”

“Bingung kenapa?”

Aku menggeleng. “Hanya pikiran konyol. Jangan dipikirkan.” Kutepuk kepala Eli lembut. Dan saat itu juga aku merasakannya, merasa ada sepasang mata yang kini tengah menatapku sangat tajam.

Tanpa menoleh, aku sudah bisa mengetahuinya. Selama setengah tahun di kelas ini, aku bisa mengetahui siapa yang menatapku seperti ini tanpa menoleh. Ya, Lee Kiseop. Aku yakin saat ini dia tengah memperhatikanku.

“Kau diam lagi.” Untuk kedua kalinya, Eli menghancurkan lamunanku. “Kalau memang tak ada yang kau lakukan, ayo kita main ke kelas Soohyun hyung. Dia punya cerita bagus tentang Xander hyung dan pacar barunya itu.”

“Ish, berhentilah mencampuri urusan Xander hyung.”

“Kau tak tahu, sih! Kali ini pacar Xander hyung itu noona-noona dari Kyunghee. Kali ini seleranya cukup tinggi, setelah dia pacaran dengan seorang ahjumma di kedai ramen di dekat universitasnya.”

Aku tertawa mendengarnya. Xander hyung itu agak unik, dia mudah jatuh cinta dengan yeojya yang lebih tua darinya. Di umurnya yang baru dua puluh tahun, dia pernah berpacaran dengan seorang yeojya berusia dua puluh empat tahun. Dan sekarang, pilihannya jatuh pada seorang mahasiswi yang juga lebih tua darinya.

“Aku tak mau ikut, ah. Kau saja.”

“Ish! Kau ini nggak asyik!” Eli mengacak rambutku sambil tertawa kecil. “Oke, aku ke kelas Soohyun hyung, ya.” Eli langsung berjalan cepat meninggalkanku.

Saat Eli berjalan meninggalkanku, tatapan tajam itu tak kurasakan. Perlahan aku menoleh, dan Kiseop tengah sibuk membaca bukunya. Kenapa dia selalu memandangiku setajam itu? Apa dia menyukaiku? Ah, itu tak mungkin! Seumur hidup, mungkin bisa dihitung berapa kali aku bicara dengannya.

~Kevin pov end~

0o0o0o0o0o0o0

Kiseop kembali mengambil foto Kevin secara diam-diam. Kali ini Kevin tengah berada di pinggir lapangan sepak bola, menyemangati Eli dan namja dikelasnya yang tengah berlatih tanding dengan siswa kelas dua. Kevin berdiri tepat disamping Dongho, maniak baseball itu tentu saja malas ikut bertanding sepak bola.

Setelah mendapatkan satu foto Kevin, Kiseop kembali memperhatikannya. Kembali jemarinya menyentuh setiap inci layar foto itu. Senyum tulus kini terkembang di wajahnya, membuat parasnya terlihat semakin tampan. Matanya yang sering kelihatan gelap, tampak berbinar samar.

“Kenapa dia bisa terlihat sebegitu cantiknya dimataku?” Gumamnya sendirian.

“Hey, Lee Kiseop!”

Perhatian Kiseop tertuju pada seorang namja yang berdiri tak jauh darinya, Eli. Dia menatap Kiseop.

“Bisa kau tolong ambilkan bola di sana?” Eli menunjuk kearah di dekat kaki Kiseop, barulah disadarinya ada sebuah bola yang berada di dekat kakinya.

Tanpa bicara, Kiseop berdiri dan menendang bola itu kearah lapangan.

“Kau mau ikut bermain?” Eli kembali bicara.

Dan Kiseop hanya menggeleng pelan sambil berjalan meninggalkan tempatnya duduk tadi. Tatapannya kembali tertuju pada sosok Kevin yang terlihat di layar ponselnya.

“Ya, bagaimana bisa kau mencintai namja seperti dia? Namja yang namanya saja tak minat untuk kuketahui? Kenapa kau tak pernah bisa melihatku? Aku hanya ingin kau menatap kearahku!”

Kiseop mengepalkan tangannya yang tengah memegang ponselnya. Tak perduli apakah ponsel itu akan retak karena tenaganya, dia hanya merasa kesal. Sangat kesal.

DUGH! Tiba- tiba seseorang menubruknya hingga ponsel itu terlepas dari tangannya dan terjatuh di rerumputan.

“Ah, mianhae.” Dongho membungkuk sopan sambil menatap Kiseop takut.

Saat mendengar suara Dongho, otomatis gerakan Kiseop terhenti. Dia tahu dengan siapa Dongho berada. Dia bisa merasakan auranya, dia bisa mencium aroma tubuhnya, dia tahu siapa yang ada disamping Dongho.

Sebuah tangan terulur untuk mengambil ponsel Kiseop. Saat itu juga Kiseop tersentak dan berniat mengambil ponsel itu. Hanya saja Kevin sedikit lebih cepat. Ada berjuta alasan kenapa Kiseop tak bisa langsung merebut ponselnya yang kini berada di tangan Kevin.

Kevin tertegun. Sepintas dia melihat sesuatu yang familiar di matanya saat menatap layar ponsel Kiseop. Detik berikutnya, barulah dia sadar kalau layar ponsel itu menampilkan sosoknya. Sosoknya yang dia tak tahu, kapan gambar itu diambil.

Dengan perasaan kacau, Kiseop merebut ponselnya dan langsung berjalan meninggalkan Kevin dan Dongho.

“Wae, hyung?” Dongho bertanya pelan. Kevin tak berniat menjawab pertanyaan Dongho. Kini dada Kevin mulai berkecamuk. Hatinya kacau saat mengetahui kenyataan aneh ini. Nafasnya seakan tercekat. “Hyung?”

Kevin benar-benar diam. Dia tak berani bicara.

0o0o0o0o0o0o0

~Kiseop pov~

Dia melihatnya! Dia melihatnya! DIA MELIHATNYA!

DEGH!

Kini aku bisa merasakan sepasang mata menatap kearahku. Dengan hati- hati aku menoleh dan kudapatkan Kevin tengah menatap kearahku dengan tatapan penuh keheranan. Dia pasti bertanya- tanya kenapa layar ponselku menampilkan gambaran sosoknya.

“Kevin~” Aku kembali menatap kedepan saat kudengar namja itu memanggilnya.

“Ah, Eli… Wae?”

“Ani. Kau kenapa terus memperhatikan Kiseop?”

“A-aniya. Aku tak memperhatikannya.”

Jantungku berdegup kencang mendengar pembicaraan mereka. Kenapa di suasana kelas yang sebising ini, aku bisa dengan mudah mendengar pembicaraan mereka. Tapi sesungguhnya, asal dia yang bicara, aku pasti bisa mendengarnya.

Namja itu bergumam. “Kalau begitu yah jangan menatap terus kearah situ. Aku agak tak suka. Ini pertama kalinya kau menatap kearah namja lain dan aku jadi agak cemburu.” Dia terkekeh pelan. Berani bertaruh, saat ini dia pasti tengah mengusap kepalamu dengan lembut.

“Ya. Aku tak mungkin menatap namja lain selain dirimu.”

Dan kalimatmu itu, membuat hatiku sakit. Hancur…

“Jinjja? Kalau begitu jangan tatap dia.”

Perlahan aku menoleh kebelakang dan kelihat namja itu tengah menangkupkan kedua tangannya di wajah Kevin. Keduanya saling bertatapan dan hatiku semakin hancur. Sakit. Kenapa kau seperti itu? Kau milikku!

BRAKK! Sontak aku melempar ponselku dan kelakuanku itu membuat semua mata tertuju kearahku.

Aku langsung berdiri sambil menarik ranselku. Sebelum aku berjalan, aku menatap kearah Kevin yang menatap heran kearahku.

Kau… Kau akan menjadi milikku. Kau hanya milikku.

~Kiseop pov end~

.

Kevin berdiri di gerbang sekolah sendirian. Matanya terlihat cemas menatap layar ponselnya. Eli tak kunjung datang menemuinya di depan sekolah. Tapi bukan itu yang membuatnya benar- benar cemas. Tatapan mata Kiseop sebelum dia berpaling meninggalkan Kevin lah yang membuatnya takut.

Kevin bisa menebak apa yang terjadi dengan Kiseop.

“Kau masih disini?” Satu suara membuat Kevin tercekat. Dengan perasaan agak takut dia menoleh dan menemukan Kiseop berdiri tepat disampingnya. “Aku kira kau sudah pulang.”

“A-anou… Aku menunggu Eli.”

“Ohh.” Hanya itu balasan dari Kiseop. Selama beberapa menit, keheningan menyapu diantara kedua namja itu. Kiseop perlahan membuka mulutnya dan terlihat senyuman sinis di wajah tampannya. “Kau tahu?” Mulainya.

Kevin berpaling menatapnya.”Eh?”

“Kau tahu kenapa aku memasang fotomu di layar ponselku?” Otomatis Kevin melotot shock mendengar pertanyaan Kiseop. Kevin perlahan mundur menjauh dari Kiseop, tapi tiba- tiba tangan namja itu menahan tangannya. Kini Kiseop sudah memandangi mata Kevin dalam dan tajam.

“Ki-kiseop…?”

“Aku mencintaimu.”

DUGH! Saat itulah sesuatu yang keras menghantam kepala Kevin. Dan kegelapan langsung menyelimutinya.

.

~Kevin pov~

Sakit… Kepalaku sakit sekali…

Perlahan aku membuka mataku. Kegelapan yang sejak tadi memenjarakanku kini berubah. Kini aku berada di sebuah ruangan yang sangat asing bagiku. Ya, ini sebuah kamar. Hanya saja kamar ini tidak terlalu terang. Satu- satunya cahaya berasal dari lampu meja yang berada di dekatku.

“Dimana aku?”

“Kau sudah bangun?” Suara itu membuatku kaget. Kualihkan pandanganku keasal suara itu. Kulihat seorang namja yang duduk di kursi sambil menatap kearahku. Namja itu tersenyum sangat manis dan lembut. Hanya saja… Matanya menakutkan bagiku.

Lee Kiseop.

“Ki-kiseop?”

“Aku menunggumu cukup lama sampai kau terbangun.” Dia bicara dengan nada yang sangat ramah. Sangat berbeda dengan Kiseop yang pernah bicara denganku. Senyum tulusnya tak kunjung pudar. Tapi justru hal ini membuatku semakin takut.

“Kau… Kau yang membawaku kesini?”

“Ini rumahku.” Ujarnya sambil berdiri dan duduk disebelahku. Tangannya perlahan mengusap tanganku yang terasa gemetar. “Kau gemetar? Kau kedinginan… Atau merasa takut?”

Tentu saja aku takut!

“Apa yang kau lakukan?” Tanyaku dengan suara setenang mungkin. Namun aku yakin tetap saja suaraku agak gemetar menahan rasa takut yang kini menyelubungi seluruh tubuhku. “Kau… Tak berniat buruk, kan?”

“Tidak.” Kiseop terkekeh pelan. Tatapan matanya lurus ke depan. Dan perlahan aku ikut menatap lurus. Detik itulah aku kembali terkejut saat kutemukan puluhan, atau mungkin ratusan fotoku tertempel di dinding kamarnya.

Whats?!

“Kau kaget?”

Kutatap Kiseop yang tetap menatap lurus kedepan sambil tersenyum. “Kau…”

“Ya, aku mencintaimu.” Kiseop menoleh sambil tersenyum. Jemarinya mengusap wajahku. Bisa kurasakan sesuatu yang dingin. Berbeda dengan sentuhan Eli, dia sangat dingin… Juga menakutkan.

Aku menahan nafas sambil mundur. “Kiseop… Aku mau pulang.”

“Wae?” Namja itu beringsut mendekatiku kembali. “Kau takut padaku?”

“Anggap saja aku tak melihat kejadian ini. Aku ingin_”

“Kau harus disini.” Tiba-tiba dia menarikku ke dalam pelukannya dan sangat erat memelukku. “Kau harus tetap berada disini. Bersamaku. Menemaniku. Kau harus menjadi milikku. Aku tak mau melihatmu bersama dengan namja itu.”

“Kiseop! Apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku!” Aku meronta dipelukannya. Hanya saja Kiseop jauh lebih kuat dan kekar dariku. Pukulan dan rontaanku sama sekali tak membuat pelukannya mengendur, justru semakin kuat. Dan kini lenganku terasa sakit. “Sakit! Lepaskan aku!”

“ANI!” Kiseop berseru sambil memelukku jauh lebih erat. “Aku tak akan melepaskanmu seujung jaripun. Sudah cukup aku bersabar selama dua tahun ini untuk bisa diam saja melihatmu. Aku tak mau terus berada dalam jurang ini sendirian. Aku tak mau melihatmu bahagia menatap namja lain dihadapanku. Kau harus menjadi milikku.”

“Jangan konyol!!” Aku langsung menampar wajahnya dan itu membuat Kiseop diam. Aku langsung bergerak cepat lepas dari pelukannya dan berlari ke pintu. Pintunya terkunci.

“Kau tak akan lepas lagi.” Kiseop berdiri sambil menatapku. Senyumannya kembali terulas, tapi itu membuatku semakin takut.

Dia gila!

“Kevin, aku mencintaimu.”

“Aniya! Aku mencintai Eli!”

“JANGAN SEBUT NAMANYA!!”

BRAKK! Kiseop mendorong tubuhku kuat hingga membentur pintu dibelakangku. Tangannya kini mencengkram kedua pergelangan tanganku kuat-kuat.

“Aku benci dia. Aku tak suka caramu menatapnya. Aku tak mau kau menjadi milik siapapun apalagi dirinya!”

“Kiseop, hentikan! Apa yang terjadi padamu?! Ini gila! Kau terobsesi padaku dan itu membuatmu kehilangan kesadaranmu!” Bentakku ketakutan sambil berusaha lepas dari cengkramannya.

Kiseop tertawa sinis. “Nae, aku gila. Dan kau yang membuatku seperti ini!!!”

DEGH! Aku tertegun.

“Apa kau tahu bagaimana rasanya menjadi diriku? Bertahun- tahun aku hanya bisa menatap bayanganmu. Aku tak bisa berada sedikit lebih dekat denganmu sedangkan kau dihadapanku bahagia bersama namja lain. Apa kau tahu seperti apa rasanya menatap fotomu setiap waktu?! Kau tak tahu!!”

Aku tertegun mendengarnya.

Intonasi suara Kiseop melemah. “Kau tak paham apa yang aku rasakan… Jangan salahkan aku kalau pada akhirnya aku menjadi seperti ini.”

“Kiseop, mianhae.” Ujarku pelan dan hati-hati. Saat ini namja yang ada dihadapanku agak sedikit diluar kendali. Jika aku bicara salah sedikit, akulah yang akan terkena masalah akhirnya. Dan perlahan juga cengkramannya di lenganku mengendur.

Kiseop menunduk frustasi dihadapanku. “Aku mencintaimu, tapi sedikitpun tak ada celah bagiku untuk bersama denganmu. Tak ada kesempatan bagiku untuk berani bicara denganmu. Aku mencintaimu sampai akhirnya aku tenggelam sendirian di dalam bayangan dirimu.”

“Kiseop. Kita bisa menjadi teman, kan?”

“ANDWAE!” Dia menatapku tak terima. “Aku katakan aku ingin memilikimu. Aku tak mau menjadi temanmu dan tak mau ada namja lain yang berada disisimu. Hanya aku. Hanya aku yang boleh berada disisimu!”

“Kiseop, jebal! Kau tahu aku sudah mencintai namja lain, aku juga tak terlalu dekat denganmu, jadi_”

“Aku tak perduli, Woo Sunghyun!!” Dia menyentakku kasar sambil menatap mataku tajam. “Kau tetap harus menjadi milikku. Hanya aku yang boleh kau cintai. Kau tahu itu?”

Dia benar-benar diluar kendali!!

“Ani!” Aku langsung menyentakkan tangannya sekuat mungkin sampai akhirnya aku berhasil lepas darinya. Kembali aku mencoba memutar kenop pintu kamarnya, tapi aku tak bisa melakukannya.

Aku harus bagaimana?! Tuhan, tolong selamatkan aku! Aku takut sekali!

“Kau tak akan kubiarkan pergi kemanapun!” Tiba- tiba Kiseop menarikku dan mendorongku hingga aku terjatuh di lantai. “Kau tak akan kubiarkan kemanapun lagi. Aku tak mau kehilanganmu meski itu hanya sedetik, Kevin. Apa kau tak mengerti!” Namja itu bersimpuh dihadapanku dan kembali memelukku.

“Ani! Lepaskan aku! Kau membuatku takut! Lepaskan aku, Lee Kiseop! Tolong! Seseorang tolong aku!!!” Jeritku histeris. Air mataku mulai keluar. Aku terlalu takut sampai menangis. Aku takut. Aku benar- benar takut!

“Percuma kau menjerit. Disini hanya ada kau dan aku. Tak akan ada yang bisa menggangguku.” Kiseop kini menatapku sambil tersenyum menakutkan. “Saranghae. Jeongmal saranghae, my princess.” Dia mendekatkan wajahnya kepadaku.

Apa dia akan menciumku??

ANI!

“ANDWAE! ANDWAE! Jangan! Kumohon jangan mendekat padaku!!!” Jeritku sambil meronta kuat dalam pelukannya. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan agar namja itu bisa memahami ketakutanku.

Tapi, apapun yang aku lakukan… Mustahil.

BRAAKK!!

DEGH! Aku terdiam saat melihat pintu kamar Kiseop terbuka lebar. Eli berdiri di depan pintu dengan nafas terengah- engah dan seragam yang lusuh. Keringatnya bercucuran.

“El-li…”

“Apa yang kau lakukan, Lee Kiseop!!!” Dengan satu sentakkan, Eli menarik Kiseop dari hadapanku dan mendorong namja itu ke sudut kamarnya. Eli bersimpuh dan memelukku yang sudah gemetar sambil menangis ketakutan. “Gwaencahana, Kevin? Uljima… Aku sudah disini.”

Kupeluk tubuh Eli sambil menangis pelan. Setidaknya… Kini aku tak takut lagi.

“Kau… Kau sudah gila, hah?!” Eli berteriak.

“Ya! Aku memang sudah gila!” Balas Kiseop. Kulihat dia berdiri agak terhuyung- huyung. “Aku gila karena Kevin! Apa aku salah? Dan kau, Kim Kyoungjae… Jangan sentuh dia dengan tanganmu!” Kiseop berlari kearah kami dengan cepat.

Eli langsung mendorongku menjauh dan menahan serangan Kiseop. Tubuhnya jauh lebih kuat dari Kiseop, kurasa dia tak akan terlalu kesulitan. Dan tebakanku memang tepat, dengan mudah Eli mendorong Kiseop mundur dan kembali menghentakkan tubuh Kiseop ke pojok kamar dan memukul wajahnya.

“Kau yang seharusnya jangan menyentuh dia!! Apa kau tak lihat seperti apa ekspresinya saat menatapmu!” Eli menunjuk kearahku. Dan bisa kulihat, Kiseop kini menatap kearahku dengan tak berdaya. “Dia takut padamu! Kalau kau memang mencintainya, bukan cinta itu yang dibutuhkan Kevin!! Kalau kau memang mencintainya, kau seharusnya paham akan hal itu dan tidak membuatnya takut! Cintamu pada Kevin membuatmu menjadi orang gila!”

Kiseop diam…

“Apa Kevin pernah bilang kalau dia membencimu? Apa Kevin pernah bilang kalau dia tak mau jadi temanm? Berulang kali aku melihat Kevin bersikap ramah, tapi kau membalasnya dengan dingin. Kalau kau memang mencintainya, kau tak akan membuatnya menangis gemetar karena ketakutan, Lee Kiseop!”

Eli benar… Semua yang dikataknnya benar. Perlahan aku berdiri dan berjalan tertatih kearah Eli, Eli juga langsung menahan kedua lenganku yang terlalu lemas. Kutatap Kiseop yang kini duduk sambil menunduk menatap lantai.

“Apa kau tak bisa mencintaku…?” Tanyanya lemah.

“Mianhae.” Balasku masih dengan agak gemetar. “Aku… Aku tak bisa mencintaimu. Tapi kalau kau ingin menjadi temanku, kita bisa memulainya dari awal.”

“Pergi.” Kiseop berujar dingin. “Pergi dari hadapanku.”

“Kis_” Eli menarik lenganku sebelum aku menyelesaikan kata-kataku. Sorot matanya tampak memerintahku untuk menuruti permintaan Kiseop. Eli menuntunku berjalan keluar dari ruangan yang agak mengerikan itu. Namun sebelum aku benar- benar keluar, kutatap lagi Kiseop yang masih dengan posisinya.

Apa dia tak mau meminta maaf?

“Ayo, Kev.”

Aku langsung mengikuti langkah Eli yang berjalan pelan-pelan. Dia… Apa yang akan terjadi padanya? Apa benar selesai begini saja? Apa dia bisa mengerti hanya dengan kata-kata yang Eli ucapkan tadi?

~Kevin pov end~

0o0o0o0o0o0o0

Kevin menatap kearah pintu kelas. Tak lelah dia terus menunggu seseorang masuk ke dalam kelas. Meski bel masuk sudah berbunyi, orang itu tak kelihatan sama sekali. Orang itu, Lee Kiseop.

Eli yang duduk disebelahnya, menempati kursi milik Woohyun, langsung meraih tangannya perlahan. “Dia tak datang.”

“Aku kira… Dia akan datang.”

“Dia tak mungkin datang.”

Seorang guru masuk ke kelas sambil membawa buku pelajaran. Sebelum guru itu memberikan pelajaran dia berbicara pelan. “Hari ini aku baru saja mendapat kabar, salah satu teman kalian yang bernama Lee Kiseop sudah berhenti dari sekolah. Dia pergi ke Kanada untuk menyusul keluarganya.”

Kevin dan Eli tertegun mendengar kabar itu. Beberapa siswa mulai bertanya alasan kenapa Kiseop mendadak pindah, tapi sang guru tak bisa memberi jawaban yang tepat. Dia hanya bilang, kalau tiba-tiba Kiseop menghubungi sekolah dan menyerahkan surat keluarnya dari sekolah begitu saja.

Tak ada seorangpun yang benar- benar tahu alasan menghilangnya Lee Kiseop dari Seol. Ya, tak ada seseorangpun yang benar-benar tahu kecuali Kevin dan Eli. Dan keduanya juga tak berniat untuk membuka rahasia itu.

Bagi Kevin, cukuplah dia yang tahu tentang insiden itu. Tak perlu ada orang lain yang membenci Kiseop karena telah bersikap buruk kepadanya. Tak perlu ada yang mengingat apa yang dirasakannya terhadap namja tampan itu.

Hanya Kevin… Hanya Kevin saja yang mengetahuinya. Dan itu sudah sangat lebih dari cukup.

~

~The end~

As Long As You Love Me

As Long As You Love Me

.

Pair :: VinSeop / KiVin U-Kiss

Rated :: K

Genre :: Romance

.

“Sekalipun, aku tak pernah memperdulikan kata-kata orang lain. Biarlah mereka berpikir kalau aku bodoh dan buta, tapi aku tak perduli.”

“Wae? Kau dan aku berasal dari dunia yang berbeda.”

“Karena bagiku, itu semua tak penting. Sepanjang kau mencintaiku, aku tak perduli apa kata orang lain. Aku hanya ingin mencintaimu.”

.

.

~Kiseop pov~

“Aku datang!” Dengan penuh semangat aku membuka pintu sebuah café yang tidak terlalu ramai pagi ini. Sebenarnya ini belum jam buka café itu, tapi terkadang aku suka masuk sesukanya. Lagipula aku kan memang bukan untuk membeli sesuatu.

Seorang namja tinggi bertubuh agak gemuk menatapku malas. “Ah, kau lagi..”

“Ya! Pelanggan itu raja. Jangan menatapku begitu dong, Eli.” sahutku tak perduli sambil duduk dibalik mejanya yang seorang penyaji. Aku nyengir menatap Eli, atau yang bernama asli Kim Kyoungjae, yang sudah tak berniat memperdulikanku.

Eli memutar tubuhnya sambil membersihkan meja kopinya. “Raja, eh? Kau bahkan tidak mau membeli apapun.” balasnya kemudian.

Kali ini aku tertawa sambil mengalihkan pandanganku kesegala arah. Oke, biarkan saja dia yang masih ingin menyelesaikan pekerjaanya. Saat ini aku harus mencari seseorang yang memang harus kutemui pagi ini.

Dan itu dia!

“Kevin!” panggilku cepat. Perlahan namja tinggi itu menoleh dan tersenyum lembut kearahku. Namja cantik dengan rambut coklat terang dan bola mata yang sangat indah tiap kali menatapku. Menurutku, yeojya bahkan kalah cantik kalau disandingkan dengan Kevin.

Kurasakan seseorang menepuk bahuku dan Eli sudah memposisikan kepalanya disamping pundakku. “Hei, bodoh… Dia tak akan datang karena pekerjaannya belum selesai. Jadi jangan berisik panggil- panggil Kevin.”

“Hoi, mana ada pelayan yang mengejek pengunjung cafenya dengan sebutan bodoh?” Kali ini aku menoleh menatap Eli kesal. Tanpa dia bilang aku juga tahu kalau Kevin tak akan menghampiriku. “Kalau kuadukan ke Xander hyung, mungkin gajimu akan diberikan kepadaku.”

“Mana ada pengunjung yang berani mengancam pelayan seperti itu.” Eli balas melotot kearahku.

“Kalian tidak bisa berhenti bertengkar?” Detik berikutnya perhatianku langsung teralih. Kevin sudah duduk disampingku sambil menggerakkan tangannya meminta air pada Eli yang langsung mengambilkannya air. “Maaf membuatmu menunggu lama.”

Aku tersenyum kearahnya. “Gwaenchana.” balasku sambil mengusap kepalanya lembut.

Perkenalkan, namja cantik ini adalah Kevin. Nama aslinya memang bukan Kevin, tapi Woo Sunghyun, hanya saja kami memanggilnya Kevin dan itu terdengar sangat keren. Namja ini kekasihku. Satu- satunya orang yang paling kusayangi di dunia.

Ah, sebelumnya aku juga mau memperkenalkan diri. Aku adalah Lee Kiseop. Namja tampan. Hahaha

Kevin menenggak sedikit air minumnya dan menatapku. “Bukannya kau banyak kegiatan di kampusmu, kenapa kau kesini? Sudah kubilang berhenti datang pagi-pagi kalau kau sedang sibuk.”

“Sok tahu.” Aku kembali tertawa santai. “Aku sedang tidak sibuk. Memang ada beberapa tugas kuliah yang harus kukerjakan, tapi aku bisa menundanya. Aku sangat ingin datang kesini dan bertemu denganmu. Sudah lama kita tidak bertemu.”

Sesaat, rona wajahnya berubah merah dan dia tersenyum lembut malu-malu kearahku. Namun hanya sesaat, detik berikutnya senyuman itu pudar dan digantikan tatapan mata yang sendu. Tak perlu bertanya, akulah yang paling tahu arti tatapan mata Kevin.

“Sudah kuingatkan, kau tidak boleh bersikap semaumu. Itu akan membuat posisimu lebih sulit lagi.” ujarnya sambil menumpukan kepalanya di atas meja. Entah sejak kapan, tapi Eli sudah meninggalkan kami berdua.

“Lebih tepatnya posisimu.” jawabku. “Apa mereka masih mengganggumu?”

Kevin menggeleng dan menatapku sambil tersenyum seakan berusaha menenangkanku. Tapi justru dengan senyumannya, hatiku semakin tercekat. “Aku rasa mereka sudah lelah menggangguku. Kau tak perlu menghawatirkanku, arra?”

Bagaimana caranya aku mengabaikannya? Padahal akulah yang paling tahu kalau semua masalah yang menimpanya itu karena aku.

0o0o0o0o0o0o0

Kevin dan aku memang sama-sama namja, tapi bukan itu yang membuat kami berdua berbeda. Diantara kami, seakan ada sebuah tembok tak terlihat yang selalu menghalangi hubungan ini. Aku adalah anak tunggal dari sebuah keluarga yang cukup terpandang, semua kehidupanku sudah diatur, tak pernah kekurangan dan aku dicintai banyak orang. Berbeda dengan Kevin, dia sebatang kara. Kevin datang ke Seoul seorang diri dua tahun yang lalu untuk mencari pekerjaan, dan disini akhirnya dia bekerja sebagai pelayan café. Xander hyung yang memiliki café itu adalah sepupuku, dan akulah yang merekomendasikan Kevin kesana.

Saat pertama kali melihatnya yang kesusahan di jalan, aku langsung merasa aneh. Sebelumnya aku memang belum pernah berpacaran, aku tak memiliki ketertarikan pada yeojya Tak kusangka aku justru tertarik pada seorang namja. Dan itu Kevin.

Bagiku, tak perduli dari mana dia berasal atau siapakah dirinya. Selama dia mencintaiku apa adanya, aku akan mencintainya. Dia tak pernah mencintaiku sebagai seorang putra dari keluarga kaya, dia mencintaiku karena diriku.

“Lee Kiseop!”

Aku menoleh ke arah seorang yeojya dan dua namja yang berdiri di hadapanku. Dia merusak lamunanku saja. “Nae?”

“Kau menolakku dan ternyata berpacaran dengan seseorang yang bekerja di café Alexander oppa?” Dia menatapku tak terima sambil menggelengkan kepalanya kesal.

“Lalu?”

“Ya!” Yeojya itu memukul mejaku dan menatapku marah. “Kau menolak gadis sepertiku dan memilih berpacaran dengan seorang pelayan café. Dan apa lagi pelayan itu adalah seorang NAMJA!”

Oke, aku tak suka caranya menegaskan jenis seperti itu.

“Kau itu aneh, ya? Wajah tampan, dari keluarga terpandang, tapi jatuh cinta pada seorang namja pelayan café. Setidaknya, kalau kau memang tidak normal, cari dong namja yang setingkat denganmu. Membuatku sebal saja.” Dia mengibaskan rambut panjang pirangnya dan mendelikkan matanya menatapku.

Aku berdiri. “Siapa namamu?”

“Eh, kau tak kenal aku? Aku, Jung Sooyeon.”

“Ah, Jung Sooyeon-sshi…” Kutarik ranselku cepat sambil menatapnya datar. “Kau tahu, setidaknya Kevin-ku memiliki hati yang jauh lebih cantik darimu. Kevin tak akan menghina orang lain. Sayang sekali kalau wajah cantikmu itu dipadukan dengan sifat yang jelek. Wajah cantikmu itu juga akan jadi sia-sia. Ah, lagipula wajah Kevin juga jauh lebih cantik dari pada kau.” Setelah mengatakannya aku langsung berjalan meninggalkan ketiga orang aneh itu begitu saja.

Cih… Kalau aku suka dan berpacaran dengan Kevin memang apa hubungannya dengan dia? Menyebalkan saja.

Tapi bukan itu yang kini merisaukanku. Aku takut yeojya aneh itu mendatangi Kevin.

~Kiseop pov end~

0o0o0o0o0o0o0o0

~Kevin pov~

“Kevin, tolong bersihkan meja nomor lima.”

“Nae!” Aku langsung mengambil lap pembersih dan berjalan menuju meja kosong yang baru saja ditinggal pelanggan kami. Dengan cekatan, aku mengangkat cangkir-cangkir kopi disana dan membersihkannya secepat mungkin.

“Kevin, tolong antarkan pesanan!”

“Nae!” Kali ini aku berlalu ke meja Eli dan meletakkan cangkir kosong itu disana, nanti Eli yang meletakkannya di dapur untuk dibersihkan. Langsung kuambil nampan berisi cappuccino dan membawanya ke meja nomor tiga. Aku tersenyum kepada seorang namja yang duduk disana. “Silahkan.”

“Ya, apa seperti itu cara melayani kekasih sendiri?” Kiseop menginterupsi.

“Oh, ayolah.. Aku ini sedang sibuk.” balasku malas sambil langsung meninggalkannya begitu saja. Aku tahu Kiseop tak akan marah kuperlakukan begitu, dia juga tadi hanya main-main. Kiseop bukan tipe namja egois.

“Kevin, ada pelanggan tuh.”

Aku berlari kearah pintu dan mengantar pelanggan itu masuk sambil menunggu pesanan mereka. Aku memang bukan satu-satunya pelayan di café ini, tapi entah kenapa aku yang merasa paling repot disini. Melelahkan~

Setelah beberapa lama bekerja keras, akhirnya jam istirahatku tiba…

“Lelah!” keluhku sambil duduk di depan Kiseop yang masih setia menungguku. Namja itu terkekeh sendirian. “Kau merasa ini lucu, eh?”

“Nae. Wajahmu itu lucu.” ujarnya sambil menyodorkan gelas cappuccino-nya dan tersenyum. “Kalau lelah, jangan mengeluh. Kalau kau mengeluh, maka akan terasa semakin lelah. Cappuccino bisa menghilangkan sedikit rasa lelah. Cepat minum, dari tadi belum aku minum, kok.”

“Selalu begitu, memesan minuman tanpa meminumnya. Itu sama saja kau tidak menghargai Xander hyung yang sudah membuatnya sepenuh hati.”

“Ah, masa bodoh.” Dia tertawa lagi sambil memperhatikanku. “Ngomong-ngomong,” Sekali, dia menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya. “apa kau baik-baik saja belakangan ini?” kini dia bicara dengan nada khawatir.

Baik-baik saja?

“Nae. Tidak ada masalah belakangan ini.”

Kiseop mengangguk sambil mengelus dadanya dengan tampang sok cemas. Aku bisa tahu apa yang ada dipikirkannya. Tapi aku tak memiliki minat untuk bertanya. “Kalau ada hal aneh yang terjadi, kau harus bilang padaku.” ujarnya dengan nada cemas.

“Aku tahu. Tanpa bilang, kau juga pasti tahu. Entah berapa banyak mata-mata yang kau kirim untuk mengawasi keseharianku.” sindirku sambil meminum cappuccino yang tadi diserahkannya kepadaku.

Kiseop kembali tertawa, namun agak dipaksakan. “Yang benar saja, tahu darimana kau kalau banyak orang yang aku suruh memperhatikanmu?” godanya dengan tampang yang sedikit agak aneh.

“Kau kira aku bodoh?”

“Ah, mana aku tahu. Aku kira kau itu tidak peka.”

“Sama saja dengan bodoh.” balasku sambil berdiri. “Aku harus kembali bekerja. Bayar apa yang sudah kau pesan dan segera pergi dari sini. Kau masih banyak jam kuliah sore nanti. Kau boleh menyiapkan banyak mata-mata untuk mengawasiku, tapi aku memiliki satu mata untuk bisa mengawasimu lebih baik.”

Kulihat Kiseop tersenyum sangat manis sambil berdiri meminum cappuccino yang tadi kuminum dan meletakkan di meja. “Arraseo. Aku kan selalu menurut padamu.” Namja tinggi berwajah tampan itu langsung memelukku sejenak dan mengecup keningku. “Nanti malam aku akan datang ke tempatmu.”

“Kalau begitu sampai nanti malam.”

Kiseop mendahuluiku berjalan menuju meja kasir yang dijaga oleh Dongho, seorang pekerja sambilan yang sebenarnya masih bersekolah dan membayarnya sambil mengobrol sebentar. Sebelum dia keluar dari café, Kiseop sempat menoleh dan tersenyum lembut kearahku.

Aku membungkuk sopan seperti cara terima kasih seorang pelayan café kepada pelanggannya. Saat menunduk, aku memperhatikan sepatu kets ku yang agak rusak setengah. Aku tak menceritakannya pada Kiseop.

Sebenarnya sesuatu terjadi…

0o0o0o0o0o0o0o0

~Kiseop pov~

“Loh, seingatku sepatumu masih baru.” Kuperhatikan sepatu kets Kevin yang rusak satu. Aku ingat baru membelikannya minggu lalu, dan sekarang bagian kiri sepatu itu sudah nyaris rusak. Seperti di sobek. “Kau merusaknya? Kau tidak suka?”

“Ah, itu? Bukan.” Namja itu tersenyum manis sambil meletakkan ramen yang baru saja masak di atas meja makan kecil dan mengambil sepatu itu dari tanganku. “Tidak sengaja terlindas mobil Xander hyung.”

“Pembohong.”

“Aku tidak bohong.”

Dia memang bohong. “Ya, logikanya mana mungkin terlindas mobil bisa robek seperti ini. kalau tidak suka kau bisa bilang, biar aku tukar yang lain.”

“Tidak bisa. Aku masih bisa memakainya.” Kevin buru-buru menyembunyikan sepatu itu dibalik punggungnya dan menggelengkan kepalanya. Tambahan, juga memasang wajah imutnya yang kadang kelewat batas.

Wajah imut yang tidak pernah bisa membuatku tahan kalau melihatnya. “Aigoo~ Kenapa kau manis sekali, sih?!” Seruku kesal sambil memeluk Kevin cepat. Kevin sudah terkekeh dalam pelukanku dan mengusap belakang kepalaku lembut. “Kau ganti parfum, eh?”

“Apa sih? Aku bahkan tidak pakai parfum, dasar yadong.”

Aku sangat hapal harum tubuh Kevin. Kalau dia menggunakan parfum lain, mana mungkin aku tak tahu. Kulepaskan pelukanku ditubuhnya dan memandangi wajahnya. “Kau tahu, aku merasa sangat beruntung bisa memilikimu.” Perlahan kusentuh wajahnya dan mendekatkan wajahku perlahan.

Bisa kutatap Kevin mulai memejamkan matanya. Tapi ketika bibirku nyaris menyentuh bibirnya, ponsel Kevin berdering dan dia langsung tersentak. “Ish! Lain kali kalau kita sedang bersama, matikan ponselmu.” gerutuku kesal.

“Mianhae, tapi itu tidak bisa. Kalau ada telepon penting bagaimana?” Kevin meraih ponselnya dan membaca sesuatu yang tertulis di ponselnya. Mungkin pesan dari seorang temannya, hanya saja raut wajahnya perlahan berubah.

“Nuguya?”

Kevin menatapku sambil tersenyum. “SMS nyasar. Ayo makan sebelum ramennya dingin.” Kevin langsung memasukkan ponsel itu ke saku kemejanya dan mengambil mangkuk yang ada di depannya.

Wajahnya mengatakan kalau dia berbohong… Dasar.

~Kiseop pov end~

0o0o0o0o0o0o0o0

~Kevin pov~

Dasar manusia menjijikan. Lebih baik kau jauhi Lee Kiseop sekarang juga! Tidak normal!-

Aku terhenyak saat membaca pesan yang kuterima itu. Ini bukan yang pertama kalinya kudapatkan pesan seperti itu, dan juga bukan pesan yang terakhir. Aku sudah sering diserang pesan seperti ini. Hanya saja, kata-katanya kali ini sangat menyakitkan.

Kudengar Eli mendengus sebal dibelakangku. “Kau masih belum memberitahukan ke Kiseop?”

“Tidak bisa, kalau dia tahu dia pasti akan merasa bersalah padaku. Kalau sudah bosan, orang aneh itu juga akan berhenti mengirimiku pesan aneh begini.” jawabku sambil menumpukan kepalaku di meja Eli dan memainkan ponselku. “Aku tak mau membuat Kiseop kerepotan.”

“Tapi dia kan kekasihmu, Kev.” Suara Eli melembut dan bisa kurasakan namja itu kini memainkan helaian rambutku dengan perlahan. “Kalau sesuatu terjadi padamu, dia harus tahu. Kau tidak bisa menyembunyikannya, karena dia jelas-jelas ada hubungannya.”

“Tidak.” bantahku cepat. “Kiseop tak perlu tahu.”

Aku tak mau dia semakin jauh memikirkanku. Bagiku sudah cukup kalau dia merasakan ketenangan ini. Aku tak mau melibatkan Kiseop lebih jauh lagi dengan semua masalahku. Dia terlalu baik, dan aku tak mau berhutang lebih banyak lagi padanya.

“Kalau kau merasa berat,” Eli kembali bicara. “kenapa kau tidak mengakhiri saja hubungan kalian?”

Mengakhirinya?

Kini aku tersenyum sambil memandangi meja di hadapan wajahku. “Aku tak berani mengakhirinya, Eli. Perasaanku ini terlalu dalam untuknya, kalau karena hal ini saja aku mengahiri semuanya. Maka aku akan menderita.”

“Tapi kalau diteruskan, kau juga akan terus terluka.”

Kuangkat wajahku untuk menatap Eli. Wajahnya terlihat sangat mencemaskanku, jadi kuputuskan tersenyum lembut kepadanya. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku ingin melakukan sampai batas akhir yang aku bisa.”

“Aku datang!” Seruan Kiseop yang tiba-tiba masuk ke café membuatku dan Eli tersentak. Dengan cepat aku menghampiri dia sebelum dia sampai ditempatku dan Eli. “Sedang apa kau berduaan dengan Eli? Kau selingkuh, ya?”godanya sambil mengusap kepalaku lembut.

“Iya, kita sedang selingkuh. Diam-diam aku dan Kevin itu menjalin hubungan dibelakangmu.” Eli yang menjawabnya.

Aku tertawa kencang saat mendengar jawaban Eli, tapi Kiseop disampingku justru buru-buru merangkul bahuku dan merapatkannya di tubuhnya dengan gaya protektif. “Hey, unggas. Kalaupun Kevin akan selingkuh, dia pasti akan mencari orang yang lebih hebat dariku. Mana mau dia denganmu, Pigeonnie. Iya kan, Kev?”

“Yak! Dasar kampungan. Berani sekali kau mengataiku unggas?”

“Kau kan pigeon?”

Aku semakin tertawa mendengar pertengkaran keduanya. Dengan sebisa mungkin aku berkelit keluar dari lengan Kiseop dan langsung kabur ke dapur. “Sudah, masih banyak yang harus kukerjakan. Kalian bertengkar saja dulu. Kalau kalian mau pacaran juga tidak apa-apa.”

“Kevin!” Keduanya berseru namun aku tak perduli dan langsung menghampiri Xander hyung yang sudah tertawa sendirian di dapur. “Hyung menguping, ya?”

“Mana mungkin aku tidak dengar semua yang kalian bicarakan di luar?” balas Xander hyung. Namun perlahan raut wajahnya berubah serius saat menatapku. “Kalau sesuatu terjadi padamu, jangan sampai Kiseop tak tahu. Dia itu selalu mencemaskanmu.”

“Nae arraseo, hyung.”

0o0o0o0o0o0o0o0

Aku menghela nafas saat membaca sebuah pesan. Pesan bernada sama dengan banyak pesan yang kudapatkan belakangan ini. Aku kira si pengirim akan bosan karena aku sama sekali tak meladeninya. Tapi dia justru semakin kasar.

Tak jarang dia memakiku dengan bahasa kasar. Merepotkan saja.

“Kevin, jangan melamun. Ada pelanggan!” Eli menepuk kepalaku cepat dan membuatku tersadar. Aku langsung menghampiri dua orang yeojya yang masuk ke café ini dan tersenyum sopan.

“Silahkan.”

“Kau Kevin?”

Eh? Dia kenal namaku?

Aku mengangguk dan menatap yeojya yang sedikit lebih pendek dariku itu. Dia manatapku tajam dari atas sampai bawah. Sejujurnya, aku merasa sangat risih ditatap seperti itu. “Nae, Agashi?”

Seulas senyum mengejek terlihat diwajahnya. Tanpa bicara lagi dia dan seorang temannya langsung berjalan melewatiku dan duduk tak jauh dari tempatku berdiri. “Cepat kesini, pelayan. Aku mau memesan.”

Kurasa… Aku bisa tahu siapa orang ini.

Kuambil notes di sakuku dan langsung menghampirinya. “Nae, mau pesan apa?”

“Dua buah cappuccino dan croissant. Aku ingin cappuccino yang agak kental dan tanpa cream diatasnya. Croissant-nya juga tolong yang masih fresh, aku tak terbiasa memakan sesuatu yang tidak fresh.”

Sombongnya.

“Baiklah. Mohon tunggu.” Aku membungkuk sekali dan mendatangi Eli. Namja itu sudah menatapku agak aneh. Dia pasti agak tidak suka dengan gaya nona itu. “Ini pesanannya. Kau sudah dengar apa yang dia mau, kan? Sampaikan pada Xander hyung.”

“Oke.” Eli membawa pesanan itu ke dapur dengan tampang aneh.

Menunggu selama sepuluh menit, akhirnya pesanan dua orang itu sampai. Aku langsung membawanya dan mempersilahkannya untuk mencicipi. Namun saat aku akan meninggalkannya, dia memanggilku lagi.

“Kau.” ujarnya dengan nada dingin.

“Nae?”

“Bukankah aku sudah bilang kalau aku tak suka croissant yang tidak fresh?”

Kutatap dia heran. Setahuku itu baru keluar dari panggangan. Apanya yang tidak fresh? Apa dia sengaja mencari masalah denganku?

“Tapi itu baru keluar dari panggangan, Agashi.”

“Tetap saja tidak benar-benar baru keluar. Aku tak mau!”

PRANG! Dia melemparkan piring itu ke lantai dan pecah begitu saja. Croissant yang sudah dibuat Xander hyung berceceran begitu saja. Kini dia juga sudah berdiri dihadapanku sambil menatapku tajam.

Aku balas menatapnya dingin. “Kau punya masalah denganku, kan? Kau tak perlu memperlakukan makanan seburuk itu, Agashi.”

Seringaian muncul di wajahnya. “Kau pintar juga.” Dia tertawa sinis sambil menyentuh daguku dan memperhatikan wajahku dengan seksama. “Aku tak tahu apa yang membuat Kiseop tertarik padamu. Padahal sudah kuancam dan kumaki sedemikian rupa, tapi kau masih bertahan. Hebatnya.”

“Jadi kau yang menerorku?”

Kali ini dia tersenyum manis. “Aku kesal padamu. Padahal aku sudah menyukai Kiseop sejak lama, tapi dia menolakku karena alasan sudah punya pacar. Dan pacarnya itu juga namja. Menjijikan sekali rasanya. Tapi aku heran,” Gadis itu melepaskan wajahku dan beralih menarik-narik kemejaku. “kenapa dia bisa menyukai namja kotor sepertimu? Setingkat dengannya saja tidak.”

Aku mengelak cepat. “Silahkan kau pulang saja kalau memang hanya ingin mencari masalah.”

“Ya! Pelayan tak tahu malu. Dasar gay menjijikan!”

PLASH! Dengan sangat cepat dia menyiramku dengan cappuccinonya yang masih agak panas. Rasa panas itu menjalar di wajahku. Untungnya saja tidak benar-benar panas. Dan suasana di café mulai kacau.

“Kau seharusnya sadar diri! Kau dan dia sama sekali tidak sebanding! Apa kau tahu apa yang akan terjadi dengannya jika keluarganya tahu hubungan kalian? Tidak tahu malu! Bilang saja kau hanya menginginkan kekayaan Kiseop, orang miskin!”

Kupejamkan mataku kuat-kuat. Kalimatnya membuatku marah. Jika saja dihadapanku ini bukan yeojya, mungkin akan kupukul dia.

“Kau yang tidak tahu malu!”

DEGH! Suara Eli. Aku menoleh dan melihat Eli sudah berada disisiku sambil menarik tangan yeojya itu.

“Maaf, tapi kami tidak mau ada kekacauan disini. Silahkan keluar!”

“Kau! Beraninya kau bilang begitu pada konsumen! Aku ingin bertemu dengan manajer disini. Alexander oppa, kan?!”

Kami dalam masalah besar.

“Dia benar.” Sebuah suara membuat kami semua menoleh. Tak jauh dari belakang kami, Xander hyung sudah berdiri dengan wajah dingin. “Kami tak menerima pelanggan sepertimu. Dan kumohon keluar dari sini. Jangan pernah datang lagi.”

Kilatan marah muncul di wajah yeojya itu. Dengan cepat dia menarik tas jinjingnya. Dan dengan kasar dia berjalan sambil mendorong bahuku dan membuatku mundur. “Kau tahu, dengan menjalin hubungan denganmu itu akan membuat Kiseop serba salah. Dia akan membawa masalah ke keluarganya. Dan kalau kau memang memperhatikannya, seharusnya kau tidak membuatnya kesusahan sekarang ataupun nanti.”

Aku tahu… Aku sangat paham akan posisiku. Tanpa dibilang juga aku sudah mengerti kalau hubungan ini sangat kacau. Tapi aku juga tak sanggup untuk menghentikan perasaanku padanya. Aku sangat mencintainya.

Tapi kalau cinta ini justru akan membawanya kedalam masalah…

“Kevin, are you okay? Cepat ke ruang staff dan ganti pakaianmu.” Xander hyung kembali bicara.

Dengan lirih kutatap dia. “Hyung, apa aku boleh pulang sekarang?”

~Kevin pov end~

0o0o0o0o0o0o0

Kiseop mengetuk pintu apartemen Kevin dengan tidak sabaran. Karena jadwal kuliah, dia tidak bisa datang ke café sejak pagi. Dan disaat dia datang sore hari, ternyata kekasihnya tidak ada. Melihat dari raut wajah Eli tadi, dia tahu sesuatu yang buruk terjadi. Kevin bukan orang yang suka meninggalkan pekerjaannya begitu saja.

“Kenapa tidak mau dibuka, sih?” gerutunya kesal. “Kevin! Kau di dalam, kan?”

Tak ada sahutan dari Kevin.

“Heya! Kalau tidak dibuka, aku akan dobrak nih!” Kali ini Kiseop mengancam sedikit sambil terus mengetuk pintu apartemen Kevin. Dan tak lama kemudian, terdengar suara kunci dibuka dari dalam.

Wajah Kiseop kelihatan lega saat melihat Kevin muncul dihadapannya. Tapi kelegaan itu sirna ketika melihat mata Kevin yang tampak sendu. “Kau kenapa?” tanyanya sambil mencoba menyentuh bahu Kevin, namun Kevin menolak.

“Kiseoppie…” Kevin menyentuh wajah Kiseop sambil tersenyum lembut. Kelakukannya tentu membuat Kiseop heran. Dengan hati-hati Kevin mengecup pipi tirus Kiseop dan beralih mencium bibir namja itu lembut.

“Kev…?”

“Kita akhiri saja hubungan kita.”

JGERR! Petir seakan menyambar tubuh Kiseop.

“Wa-wae?! Sesuatu terjadi? Apa ada yang mengganggumu lagi?!” Kiseop tak bisa menerima ucapan Kevin. Diguncangkan bahu namja itu kencang. “Aku tak mau! Aku tak mau mengakhiri semuanya!”

“Jangan konyol, Lee Kiseop!” Dengan cepat Kevin menyentakkan kedua tangan Kiseop dan agak mundur sedikit. “Kau tahu aku dan kau itu hidup di dunia yang berbeda. Terlalu kuat tembok yang menghalangi kita. Aku tak mau hidup dengan perasaan tertekan terus-menerus! Aku lelah menjalin hubungan denganmu! Aku tak sanggup lagi bertahan!”

Kiseop tercengang menatap Kevin. Perlahan digerakan tangannya hendak menyentuh wajah Kevin. Tapi menatap wajah Kevin yang kacau, niatnya pudar. Nafasnya tak beraturan. “Kau… Lelah?”

“Aku sakit. Aku selalu terluka. Dan karena tak mau menyusahkanmu aku menutupi semuanya. Tapi sekarang aku tak sanggup lagi bertahan. Aku ingin kita berakhir saja.”

“Kau serius?” Suara Kiseop terdengar parau sekarang. Kevin menjawab dengan sebuah anggukan tapi dia tak mau menatap mata Kiseop. “Woo Sunghyun, tatap aku. Apa kau serius?” Kini Kiseop menepuk bahu Kevin.

Kevin mengangkat wajahnya dan mengangguk. “Aku serius.”

“Baiklah.” Dengan hati hancur, Kiseop melepaskan Kevin begitu saja. “Aku tak akan mengganggumu lagi. Selamat tinggal.” Dan berikutnya, dia sudah berjalan cepat meninggalkan Kevin yang gantian mematung.

Kevin memandangi sosok belakang Kiseop yang semakin menjauh, lalu hilang begitu saja dari balik tangga. Saat itulah air mata Kevin menetes perlahan. Rasa sakit yang tadi ditahannya barulah ditumpahkannya. Dikatupkan mulutnya rapat sambil bersandar di pintu apartemennya.

“Kau harus bisa, Sunghyun. Ini semua kau lakukan demi dia. Demi orang yang kau cintai.” isaknya dalam.

0o0o0o0o0o0o0

~Kiseop pov~

Satu minggu~

“Lee Kiseop! Kau ini kemana saja satu minggu bolos kuliah?” Aku melirik malas kearah Soohyun hyung yang menghampiriku dengan tampang gusar. “Aku lelah dikejar-kejar fansmu yang ingin tahu dimana dirimu.”

“Aku dari alam kubur, hyung.” balasku tak perduli.

“Eh? Kau gila, ya?” godanya. Namun melihat aku tak memberikan respon apapun, dia langsung menepuk bahuku dengan pelan. “Ada apa? Sesuatu terjadi padamu?”

“Aku putus dengan Kevin.”

“OMO!” Kini dengan cepat Soohyun  hyung sudah memegangi bahuku dan menatapku tak percaya. “Bagaimana bisa kalian putus? Padahal kau kan sangat mencintainya. Pasti dia yang memutuskanmu, makanya kau jadi sekarat begini, ya?”

Dia memang hebat dalam main tebak-tebakan perasaan.

Aku mengelak darinya dan kembali merenung. “Dia yang meminta putus dariku. Dia bilang tak sanggup lagi merasakan sakit kalau dia terus berhubungan denganku. Dia juga bilang dunia kami terlalu berbeda, terlalu sulit disatukan. Dan karena aku juga tak mau membuat Kevin semakin terluka, aku menerima keputusannya.” jelasku panjang.

Kudengar Soohyun hyung menghela nafas. “Apa-apaan itu? Kukira kau akan menolak keputusannya.”

“Mana bisa aku menolak. Dia terluka kan gara-gara aku. Aku juga tak mau membuat Kevin menderita karena menjalin hubungan denganku. Makanya tanpa bicara apapun aku langsung mengiyakan keputusannya.” Kalau aku yang mengatakannya, kenapa aku jadi kelihatan namja yang pasrah begini? Aiish…

PLETAKK! Tiba-tiba sesuatu yang keras mengenai kepalaku. Kulihat sebuah botol plastic menggelinding di dekat kakiku.

“Dasar payah.”

Aku tahu suara siapa itu?

“Eh, kau yang bekerja di café Xander hyung?” Soohyun hyung yang melihatnya lebih dulu. Barulah aku menoleh.

Eli.

.

“Kalau Kevin jadi mayat hidup, apalagi aku?” gumamku setelah mendengar Eli bercerita banyak tentang Kevin selama satu minggu ini. Dia bilang Kevin jadi pendiam dan banyak melakukan kesalahan. Yah, itu wajar saja. Justru akan sangat aneh kalau Kevin biasa-biasa saja setelah pisah denganku.

Eli memandangiku dengan seksama. “Kalian sama-sama seperti mayat.”

“Tapi aku yang paling parah.”

“Sok tahu!” Eli sudah memukul kepalaku lagi. “Kalau kau mau tahu bagaimana kondisi Kevin, sana datang ke café dan lihat.”

“Kalau aku melihatnya, aku tak yakin bisa melepaskannya begitu saja. Kau kira aku tidak sama menyedihkannya sekarang? Meski Kevin yang minta putus, tapi itu bukan keinginannya yang sebenarnya.” balasku serius sambil memandangi rumput dibawahku. “Dan karena aku sangat mencintainya, aku tak mau membuatnya jauh lebih terluka.”

“Kalau kau tahu Kevin terpaksa, kenapa kau mau-mau saja? Jangan jadikan hal semacam itu sebagai alasan. Aku muak mendengarnya.”

“Ya, kenapa kau jadi marah-marah padaku?!”

“Habisnya kau menyebalkan!” Kini Eli sudah menatapku dengan seirus. “Aku kira kau akan menahan Kevin dengan berbagai cara agar dia tak pergi dari hidupmu, tapi kau melepasnya begitu saja. Padahal jelas-jelas kau tahu alasan Kevin meninggalkanmu. Jelas-jelas kau tahu Kevin sangat mencintaimu. Dasar bodoh.”

“Aku memang bodoh.”

“Argh! Menyesal aku datang ke kampusmu. Niatnya aku mau bicara, tapi rasanya sia-sia.” Eli kini sudah berdiri. Sebelum dia meninggalkanku, dia menatapku dengan dingin. “Kalau kau punya waktu, lihat keadaan dia. Kalau kau benar-benar tak menginginkannya lagi, biar aku yang menjaganya.”

Ehh? Tunggu! Apa maksud dari ucapan Eli tadi? Apa sebenarnya, dia juga menyukai Kevin?

“Oh, iya.” Eli kembali bicara. “Satu minggu yang lalu, ada seorang gadis yang menghina Kevin habis-habisan di café. Aku rasa gadis itu yang selalu mengganggu Kevin belakangan ini.”

Mwo? Gadis yang mengganggu Kevin belakangan ini? Bagaimana bisa aku tak mengetahuinya?

~Kiseop pov end~

0o0o0o0o0o0o0

PRANG! Kevin tersentak saat sebuah cangkir terlepas dari tangannya dan langsung pecah begitu saja mengotori lantai. Dengan tampang bersalah, Kevin buru-buru menunduk hendak membersihkan pecahan cangkir itu.

“Biar aku saja, Kev.” Eli langsung menarik Kevin agar berdiri, tapi Kevin tak menghiraukan Eli. Namja itu tetap bersikukuh membersihkan pecahan kaca tanpa bicara apapun. Hal itu tentu membuat Eli sedikit termenung. “Ya, kubilang biar aku saja.”

“Aniya, aku yang memecahkan jadi aku yang membersihkan.” Kevin menatap Eli sambil tersenyum kecil dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Namun saat ia menunduk, sinar matanya berubah redup.

Belakangan ini hidupnya tak menyenangkan. Dia merasa hampa dan kosong. Berulang kali dia merasa menyesal karena memilih keputusan untuk meninggalkan Kiseop, tapi dia juga tak bisa memutar waktu. Semua sudah terlambat dan dia sudah memutuskannya.

“Kev!” Tiba-tiba Eli menarik tangan Kevin dan membuat namja itu langsung berdiri. Keduanya saling berpandangan. Yang satu heran, yang satu kesal. “Sudah hentikan. Aku muak melihatmu seperti ini terus!”

“Eli?”

“Sekarang juga kau temui dia dan kembalilah kepadanya!”

“Kau bicara apa, sih?” Kevin berusaha menarik tangannya, namun Eli tetap memeganginya dengan sangat kuat. “Banyak pelanggan sekarang. Lepaskan aku, Kyoungjae!”

“Andwae! Aku tak akan melepaskanmu sebelum kau berjanji akan kembali padanya.” Eli benar-benar marah pada Kevin. “Kau tahu hidupmu kacau setelah kau meninggalkannya, kenapa kau masih mencoba bertahan, hah?! Aku muak melihatmu seperti mayat hidup begini.”

Mendengar semua yang diucapkan Eli, Kevin hanya bisa diam. Dia tak punya kata-kata untuk menyangkal Eli. Karena yang diucapkan Eli semuanya nyata.

“Aku tak bisa…” bisiknya lirih.

Perlahan Eli melepaskan tangan Kevin dan menepuk bahu namja itu hati-hati. “Kalau tembok penghalang itu terlalu besar untuk kau lewati sendirian, kenapa kau tak berusaha melewatinya bersama? Kau tahu kalau dia tak akan membiarkanmu kesusahan sendirian.”

“Aku tak bisa.” Kini Kevin sudah menunduk sambil menahan air matanya yang nyaris tumpah. Namun satu gerakan tiba-tiba membuatnya tersentak. Dikiranya Eli kembali menarik tangannya, namun saat dia menatap siapa yang menariknya keluar dari café, dia terpana. “Kiseop?”

Kiseop langsung mendorong Kevin agar berdiri dihadapannya, dan belum sempat Kevin bertanya apa yang dilakukannya, Kiseop langsung memeluk tubuh namja itu tanpa bicara apapun. Tentu saja Kevin harus gelagapan diserang begitu olehnya.

“Ki-kiseop! Apa yang kau lakukan? Lepas.”

Kiseop tak bicara dan justru memeluk Kevin semakin erat. Selama beberapa menit, akhirnya Kevin berhenti meronta-ronta. Sebenarnya Kevin juga sangat merindukan pelukan Kiseop, itu alasan kedua kenapa Kevin akhirnya menyerah.

Kiseop menghirup aroma tubuh Kevin perlahan. Bayangan akan parfum yang dipakai Kevin kembali muncul dan sebuah senyum tulus muncul di wajahnya. “Kau pakai parfum yang berbeda lagi, Kev?”

Wajah Kevin memerah mendengar bisikan Kiseop. Dia tak bicara sepatah katapun kali ini.

“Mianhae.” Kiseop kembali bicara.

“Untuk apa?”

“Karena aku tak bisa melindungimu semaksimal mungkin.” Kini Kiseop melepas pelukannya dan menatap mata Kevin dalam-dalam. “Aku benar-benar tak tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu. Dan dengan konyolnya aku menyutujui permintaanmu begitu saja. Aku minta maaf, Kevin…”

“Kau tidak salah, kok. Aku yang memutuskannya begitu saja dan kau hanya menurutiku.” Kini Kevin sudah menunduk.

“Aku ingin kau kembali kepadaku.” Satu kalimat Kiseop membuat Kevin kaget dan menatap namja dihadapannya tak percaya. Yang ditatap justru menyunggingkan senyum manisnya dengan tulus. “Aku ingin memulai yang baru denganmu dari awal. Aku ingin membawamu pergi keluar dari kota ini. Ke tempat dimana tak ada satu orangpun yang mengenal aku sebagai Lee Kiseop dan kau sebagai Woo Sunghyun. Kita akan memulai hidup kita yang baru tanpa ada masalah seperti sekarang. Karena itu, kembalilah…”

“Apa yang kau katakan?! Kau pikir mudah!” Kevin menyentakkan tangan Kiseop di bahunya dan menatap mata Kiseop dalam. “Membuang semua yang kau milikki untuk hidup bersama dengan orang menjijikan sepertiku. Kau pikir ini main-main_”

“Aku tak perduli!” Gantian, Kiseop bicara dengan nada tinggi kepada Kevin. “Bukankah dulu aku pernah mengatakannya? Aku tak pernah memperdulikan apa yang orang lain katakan tentangku. Aku tak perduli siapa dirimu. Karena selama kau dan aku saling mencintai, itu cukup bagiku. Akan kubuang semua milikku jika itu bisa membuatku hidup denganmu!”

“Kiseop~” Kevin menggigit bibirnya saat mendengar apa yang diucapkan Kiseop dihadapannya. Air matanya kembali menyengat matanya dan dia buru-buru menggeleng agar tidak menangis. “Jangan konyol. “

“Kevin..” Kiseop kembali merengkuh pundak Kevin. “Seumur hidupku, aku selalu mendapatkan apa yang aku mau meskipun aku tak membutuhkannya. Dan kali ini, akan kubuang semua itu agar aku bisa mendapatkan apa yang aku butuhkan.” Senyumnya kembali terulas lembut. “Dan kali ini aku benar-benar akan melindungimu dengan tanganku sendiri. Tak akan kubiarkan siapapun menyakitimu lagi.”

Kevin tak bisa menahannya lagi, air matanya tumpah begitu saja. “Bodoh!”

“Aku memang bodoh. Dan aku jadi bodoh karena kau.” Dengan hati-hati Kiseop langsung memeluk Kevin. Tak ada tanda-tanda penolakan dari Kevin, jadi Kiseop memeluknya semakin erat. “Berjanjilah, kau tak akan menanggung semuanya sendirian lagi. Berjanjilah kau akan selalu berbagi denganku.”

“Kau bodoh~”

Kiseop terkekeh pelan sambil mencium puncak kepala Kevin. “Kevin, kau bersedia kan memulai suatu hal yang baru denganku?”

Kevin hanya diam saja.

“Kev?”

“Berjanjilah, kalau kau benar-benar tak akan meninggalkanku.” bisik Kevin pelan sambil menatap mata Kiseop dalam-dalam. “Aku tak memiliki siapapun. Kalau aku menerima ajakanmu itu, aku benar-benar hanya akan memiliki dirimu. Dan kalau aku meninggalkanku, maka aku akan hancur.”

“Aku kan tak pernah meninggalkanmu.” Kiseop tersenyum sambil mengusap rambut coklat Kevin. “Aku akan mengumpulkan uang dengan tenagaku sendiri dan membahagiakanmu. Kau pegang janjiku.” Diulurkannya jari kelingkingnya tepat di hadapan Kevin.

Sambil tersenyum, Kevin mengaitkan jari kelingkingnya di jari Kiseop. “Aku pegang janjimu.”

“Nae.” Tanpa bicara lagi, Kiseop kembali memeluk Kevin. Namun kali ini dia benar-benar berjanji, sedetikpun tak akan dibiarkannya Kevin terluka seperti kemarin. Dia benar-benar akan melindungi satu-satunya orang yang berharga dalam hidupnya itu.

Kevin, Woo Sunghyun-nya yang paling berharga.

.

~The End~